Sejumlah pekerja mitra produksi sigaret (MPS) PT HM Sampoerna melinting rokok dengan peralatan tradisional di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (29/10). Rencana pemerintah yang akan menaikkan cukai sebesar 23 persen dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016 memicu reaksi penolakan dari produsen rokok dan juga para pekerja. ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo/kye/15.

Jakarta, Aktual.com —   Penerbitan PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan tak hanya mempertimbangkan kepentingan pengusaha dan kepentingan pekerja, namun juga mempertimbangkan kebutuhan pekerjaan bagi para pengangguran dan pencari kerja yang jumlahnya mencapai 7,4 juta orang.

Dengan adanya PP pengupahan maka diyakini akan menaikkan daya tawar pekerja karena aturan tersebut akan memperluas lapangan kerja dengan semakin banyaknya investasi masuk.

“Yang bisa membuka lapangan kerja adalah pengusaha. Tentunya peraturan ini melindungi, memberikan kepastian kepada pemilik modal untuk berinvestasi. Dengan investasi, maka dibuka lapangan kerja,” kata Andriani, Direktur Pengupahan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta pada Jumat (30/10).

Dengan semakin banyaknya lapangan kerja, kata  Andriani pekerja akan semakin memiliki daya tawar dengan semakin banyak pilihan peluang kerja.

“Jika banyak pilihan, bisa menawar. Tapi jika kesempatan kerja sedikit dan pencari kerja banyak, daya tawar jadi lemah. Ini juga merupakan strategi kita (pemerintah) untuk perluasan lapangan kerja,” kata Andriani.

Dengan perluasan kesempatan kerja itu, maka tidak hanya pekerja yang terlindungi tapi para penganggur juga mendapatkan semakin banyak kesempatan untuk bekerja.

Andriani memaparkan dengan adanya PP Pengupahan, pengusaha akan mendapat kepastian mengenai perhitungan upah sehingga lebih mudah untuk melakukan perencanaan keuangan mereka.

Dengan kemudahan itu, maka akan lebih mudah bagi pengusaha untuk melakukan investasi sehingga dapat menambah lapangan pekerjaan di Indonesia.

“Jadi ini perlindungan menyeluruh untuk pekerja dan pengusaha,” katanya.

Bagi pekerja, PP tersebut memberikan jaminan bahwa tiap tahun akan terjadi kenaikan upah minimum yang dihitung berdasarkan formula berdasarkan pada tingkat inflasi dan nilai produk domestik bruto (PDB).

Sedangkan besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL) akan dievaluasi tiap lima tahun oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Perhitungan inflasi dan PDB yang digunakan dalam formula itu ditetapkan menggunakan nilai secara nasional, bukan per daerah untuk memastikan terjadi kenaikan.

“Jika menggunakan pertumbuhan ekonomi daerah itu rawan, tidak stabil. Bahkan ada yang minus. Jika PDRB (produk domestik regional bruto) minus maka upah turun. Jadi kita ambil angka yang aman yaitu pertumbuhan ekonomi nasional untuk menjamin upah buruh naik secara proporsional sehingga daya beli tetap terjaga,” jelas Andriani.

Sementara itu, Iskandar Maula Sekretaris  Ses. Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker menambahkan aturan baru itu adalah sebagai langkah strategis pemerintah untuk mengurangi perselisihan yang kerap muncul tiap tahun dalam penentuan besaran upah minimum.

“Upah selalu diperdebatkan tiap tahun. Tiap tahun selalu terjadi kegaduhan yang tidak perlu. Maka pemerintah mengambil langkah strategis untuk mengurangi kegaduhan,” ujarnya.

Iskandar mengatakan PP Pengupahan itu tidak lahir begitu saja karena telah dibahas selama 12 tahun namun baru mencapai kesepakatan tahun 2015.

“Diharapkan aturan mengenai upah minimum itu akan semakin menggairahkan iklim investasi di Indonesia dan semakin banyak lapangan pekerjaan dibuka untuk mengurangi pengangguran,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka