Jakarta, Aktual.com — PT Pertamina (Persero) pada September 2015, mencatatkan total kerugian dari penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium sekitar Rp15,2 Triliun. Angka tersebut muncul akibat harga Premium yang dibanderol di bawah harga keekonomiannya.

Meski begitu, Perseroan saat ini secara implisit mengakui bahwa kerugian tersebut telah tertutupi oleh langkah-langkah efisiensi yang dilakukan.

Direktur Keuangan Pertamina, Arief Budiman mengatakan bahwa secara kinerja finansial hingga kuartal III, Pertamina berhasil mengantongi laba bersih sebesar USD 914 juta.

“Meskipun kita tidak bisa menetapkan volume pricing sesuai MOPS, khusus untuk Premium kita hampir impas, tidak ada tambahan, kita hampir memperoleh keuntungan terimakasih juga ada inovasi,” kata Arif di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Senin (2/11).

Ia juga mengklaim bahwa tidak ada tambahan kerugian signifikan yang timbul di Oktober.

“Pada prinsipnya secara korporasi kita apa yang diterapkan di pasar dapat tertutup dengan upaya saving internal,” ujar dia.

Seperti diketahui, pada September 2015, Corporate Secretary Pertamina, Wisnuntoro mengungkapkan harga keekonomian bahan bakar minyak Premium adalah Rp 7.700 hingga 7.800 per liter, sementara harga yang ditetapkan adalah Rp7.400 per liternya.

Selain itu, Pertamina juga menyebut melorotnya nilai tukar rupiah menjadi salah satu penyebab membengkaknya kerugian Pertamina.

Berdasarkan laporan kinerja Pertamina pada kuartal III, perseroan mengaku terus melakukan efisiensi sebagai manifestasi 5 Pilar Prioritas Strategis perusahaan. Efisiensi Pertamina terdiri dari dua hal, yaitu efisiensi pada biaya operasi dan efisiensi yang timbul dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015.

Untuk efisiensi biaya operasi, saat ini telah mencapai US$1,15 miliar atau masih on track sesuai target perusahaan untuk melakukan efisiensi sekitar 35% dari biaya operasi. Adapun, impak finansial yang ditimbulkan dari pelaksanaan Breakthrough Project 2015 telah mencapai US$430,77 juta atau 119% terhadap target para periode berjalan.

Sentralisasi pengadaan non hidrokarbon telah menyumbang efisiensi sebesar US$89,55 juta, sentralisasi pengadaan hidrokarbon di ISC sebesar US$103 juta, dan cash management sebesar US$20,45 juta. Efisiensi terbesar adalah berasal dari upaya insan Pertamina melakukan tata kelola secara ketat pada arus minyak yang menyumbang efisiensi sebesar US$209,97 juta.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan