Jakarta, Aktual.com — Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan energi baru terbarukan (EBT) dan teknologi yang efisien mendukung energi berkesinambungan untuk pembangunan nasional yang berkelanjutan sehingga pemerintah harus mendorong kedua hal tersebut.

“Pemakaian semaksimal mungkin EBT, memanfaatkan EBT sebatas nilai keekonomian sehingga kita bisa mencapai yang kita inginkan untuk pembangunan berkelanjutan,” tutur Direktur Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi BPPT Adiarso saat ditemui usai peluncuran buku “Outlook energi 2015” di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa (3/11).

Ia menuturkan pada pembangunan berkelanjutan, kebutuhan energi meningkat dari 1.418 juta SBM pada 2013 menjadi 2.829 juta SBM pada 2025 dan meningkat menjadi 9.388 juta SBM pada 2050 dengan laju pertumbuhan 5,2 persen per tahun.

Sektor industri, tutur Adiarso, merupakan konsumen energi nasional komersial terbesar dengan pangsa yang naik dari 37 persen pada 2013 dan diperkirakan menjadi 52 persen pada 2050 dan sektor transportasi adalah konsumen energi terbesar kedua dengan pangsa 28 persen pada 2013 dan diperkirakan akan naik menjadi 29 persen pada 2050.

Selanjutnya, sektor rumah tangga diperkirakan pada 2050 pangsanya sebesar sembilan persen, komersial enam persen dan lain-lain sebesar empat persen.

Dengan kebutuhan tersebut, ia menyayangkan sebagian besar masih dipenuhi dengan pemanfaatan bahan bakar minyak (BBM) dengan pangsa 35 persen pada 2013 dan diprediksi akan meningkat menjadi 38 persen pada 2050. Selain BBM, pangsa batubara, gas bumi, listrik dan bahan bakar nabati (BBN) juga diprediksi meningkat pada 2050, masing-masing sebesar 22 persen, 15 persen, 19 persen dan dua persen.

Adiarso mengatakan pemanfaatan energi berkesinambungan juga diperlukan untuk membebaskan Indonesia dari “middle income trap” atau perangkap negara berpendapatan menengah yang sering dihadapi negara berkembang.

“Menurut World Bank, batas negara berpenghasilan menengah dan berpenghasilan tinggi adalah 12.616 dolar AS per kapita. Bagaimana memanfaatkan energi terbarukan, teknologi efisien dan program yang menurunkan emisi gas rumah kaca ini mulai 2014 hingga 2050,” ujar dia.

Menurut dia, data-data tersebut berdasarkan data historis setidaknya selama 13 tahun terakhir untuk memotret kondisi kebutuhan energi ke depan dengan beberapa asumsi, diantaranya populasi, pertumbuhan rata-rata, harga minyak mentah, harga batubara, harga gas, PDB/GDP serta pertumbuhan GDP.

Ia berharap data-data yang disajikan BPPT dapat menjadi referensi pemerintah dalam menyusun perencanaan dan mengambil kebijakan agar pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan