Ankara, Aktual.com – Pemerintah Turki, menolak kritik Barat terkait kebebasan pers di negara tersebut, setelah adanya klaim intimidasi media selama pemilihan umum pada Senin (26/10) WIB lalu.
“Tidak ada tekanan terhadap media. Tidak ada seorang pun yang dipaksa diam di negara ini,” ujar Wakil Perdana Menteri Turki Yalcin Akdogan dalam sebuah wawancara di stasiun televisi NTV, dan memperingatkan bahwa media tidak bisa menikmati imunitas tak berbatas, Selasa (3/110.
Pada Senin (2/11), Gedung Putih menyuarakan keprihatinan tentang intimidasi terhadap wartawan-wartawan Turki selama masa kampanye menjelang pemilu akhir pekan lalu, yang mendukung pemimpin kuat dan telah lama berkuasa, Recep Tayyip Erdogan, serta Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang mengusungnya.
Pengamat internasional dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE) juga menuduh bahwa pemungutan suara di Turki diwarnai dengan tindakan kekerasan terhadap media dan masalah keamanan lainnya.
Pada Senin, polisi menahan editor majalah Nokta yang berbasis di Istanbul, atas sebuah cerita sampul terkait kemenangan AKP dengan judul “Awal Perang Sipil Turki”.
Majalah yang sempat dibredel oleh pihak berwenang pada September karena tulisan sindiran tentang Erdogan, dituduh menghasut masyarakat untuk melakukan kejahatan.
“Anda menjalankan demokrasi atau kudeta? Moralitas pers harus beriringan dengan kekebasan pers,” ujar Akdogan merujuk pada majalah Nokta.
“Anda akan menghina semua orang, berupaya untuk menggulingkan pemerintahan, mencoba mengambil alih perusahaan-perusahaan besar, kemudian pergi dan bersorak-sorai. Di negara ini tidak dibiarkan hal seperti itu terjadi,” katanya.
Telah terjadi serangkaian insiden selama beberapa bulan terakhir, termasuk serangan di kantor koran Hurriyet dan terhadap wartawan terkemuka Ahmet Hakan, serta penangkapan dan penahanan para wartawan yang bekerja untuk Vice News.
Beberapa hari menjelang pemilu, polisi anti huru-hara menyerbu dua stasiun televisi milik konglomerat Koza-Ipek atas hubungannya dengan ulama yang diasingkan di AS yang sekarang menjadi musuh bebuyutan Erdogan.
Aksi penyerbuan tersebut mengundang kecaman global.
Artikel ini ditulis oleh: