Jakarta, Aktual.com — Mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel menilai kebijakan Menteri Perdagangan Lembong untuk mengubah kebijakan importir umum, dari importir produsen ataupun terdaftar perlu dikaji kembali. Maksud dari Permen tersebut benar, namun hanya caranya saja yang salah sehingga perlu dikaji kembali.
“Pengubahan kebijakan untuk mendorong industri nasional, bukan hanya besar tapi juga menengah dan kecil yang ada di daerah. Mereka harus bisa mengisi pasar Indonesia sendiri apalagi memasuki era globalisasi,” ujar Rachmat Gobel dalam sebuah diskusi, ditulis Kamis (5/11).
Menurutnya, jika peraturan tersebut tidak dievaluasi maka akan memberikan dampak pada industri dalam negeri. Pasalnya, importir umum akan ada sesuai dengan kebutuhan pasar. Seandainya terjadi kelangkaan bahan pokok di pasar, importir umum tidak bisa dimintai pertanggung-jawaban. Namun importir produsen mempunyai tanggungjawab kepada pasar seperti melindungi keselamatan, keamanan, kesehatan konsumen.
“Siapa nantinya importir yang bertanggungjawab harus dievaluasi. Sedangkan importir produsen, pastinya mereka impor karena memiliki pabrik pengolahan. Kalau mereka impor produk barang jadi, itu bertujuan testing market,” jelasnya.
Importir akan bertarung, siapa yang costnya lebih murah sehingga akan ada kesempatan produksi. Hal ini bukan hanya sekedar memberikan kemudahan impor masuk, namun bagaimana impor itu memberikan kemudahan kepada industri nasional untuk substitusi. Jika semua importir bisa masuk maka akan ada produk impor yang tidak memiliki labelisasi.
Dikatakan Rachmat Gobel, investasi bebas itu bukan sebebas-bebasnya dalam arti kemudahan seluas-luasnya bagi investor. Di negara lain tidak ada yang memberikan kemudahan luar biasa. Amerika pun yang negara bebas tetap ada proteksinya.
“Investasi itu tidak ada itu ungkapan sebebas-bebas. Kita harus melihat negara ini aset kita, meski tujuannya benar, tapi kita harus lihat implementasinya,” jelasnya.
Gobel menyarankan pemerintah melakukan pendekatan investasi yang berbeda dengan cara mengamankan pasar terlebih dahulu, kemudian meyakinkan investor.
Terkait dengan laporan ekonomi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang sektor konsumsi mencapai 55 persen, Gobel menyarankan agar Indonesia merubah paradigma konsumtif menjadi produktif.
“Kekuatan produksi harus ditingkatkan, masih ada peluangnya. Impor harus kita kelola, apalagi produk impor yang masuk banyak yang kw2, kw3,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka