Jakarta, Aktual.com — Kepala Pusat Pengembangan SDM Laut, Djoko Darmono dan Kepala Sub Bidang Keuangan, Irawan serta Bobby Reynold Mamahit (sekarang Dirjen Perhubungan Laut) di Kementerian Perhubungan, terungkap melakukan pengaturan lelang terkait proyek pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) tahap III, pada Pusat Pengembangan SDM Perhubungan Laut, di Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan, di Sorong, Papua, 2011.
Keduanya dengan sengaja mengatur lelang proyek pembangunan BP2IP agar dimenangkan oleh PT Hutama Karya. Atas pengaturan tersebut, ketiganya disebut mendapatkan komisi dari PT Hutama Karya.
Hal itu terkuak saat Ketua Panitia Lelang BP2IP Sorong, Irawan bersaksi dalam sidang terdakwa Budi Rachmat Kurniawan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/11).
Pengaturan itu bermula, saat adanya pembatalan lelang tahap I terkait proyek pembangunan BP2IP, oleh panitia pelelangan yang digelar pada April hingga Mei 2010. Padahal saat itu PT Waskita Karya yang menjadi pemenang lelang.
Namun demikian, karena alasan anggaran yang belum disetujui, maka lelang terpaksa batal. “Pada waktu keluar anggaran di Oktober (2010), Djoko Pramono ragu karena waktunya mepet, beranggapan tidak akan selesai. Pemenangan diundang dan ternyata nggak mampu, dan lelang dibatalkan,” jelas Irawan.
Lantaran pembatalan itu, salah satu peserta lelang lainnya yakni PT Panca Duta Karya Abadi mengajukan sanggahan. Mereka menilai bahwa seharusnya lelang proyek BP2IP dimenangkan oleh PT Panca Duta.
“Yang menyanggah lelang pertama PT Panca Duta. Panca Duta merasa harga penawaran mereka untuk proyek ini paling bagus, paling rendah, sehingga yang berhak Panca Duta,” imbuhnya.
Mendengar pengakuan Irawan, kemudian jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Dzakiyul Fikri kembali mempertegas. Dia bertanya mengenai mekanisme sanggahan atas pembatalan lelang tersebut.
“Siang seharusnya yang menjawab sanggahan? Saat itu siapa yang jawab sanggahan?, tanya Jaksa Fikri.
Menurut Irawan, seharusnya yang menjawab sanggahan dari PT Panca Duta adalah Menteri, dalam hal ini Freddy Numberi selaku Menteri Perhubungan. Kendati demikian, yang menjawab sanggahn itu justru Bobby Reynold Mamahit.
“Harusnya yang menjawab sanggahan itu Menteri. (Yang menjawab sanggahan) pak Bobby, yang tanda tangan pak Bobby,” jawab Irawan.
Jaksa Dzakiyul lantas kembali mempertegas mengenai sanggahan atas pembatalan lelang proyek BP2IP. “Terhadap sanggahan, apa jawaban Kementerian ke Panca Duta?’ tanya Jaksa.
Irawan pun langsung menjelaskan, bahwa dalam surat jawaban atas sanggahan itu adalah memerintahkan untuk melakukan pelalangan ulang. Saat itu, untuk pelaksanaan lelang ulang Irawan diperintahkan langsung oleh Djoko.
“(Jawaban sanggahan) untuk lelang ulang pak. Pak Djoko (yang perintahkan),” terang Irawan.
Menariknya, pelalangan ulang itu ternyata menjadi akal-akalan dari pihak Kemenhub. Kecurangan itu terkuat setelah Hakim Ketuan Sutio Djumagi Akhirno bertanya ke Irawan mengenai adanya penambahan syarat-syarat bagi perusahaan yang mau mengikuti lelang proyek pembangunan BP2IP di Sorong itu.
Irawan pun mengakui jika dirinya sendiri yang menambahkan syarat-syarat tersebut. “Saya nambahkan, ada,” kata dia.
Menurut Irawan, penambahan syarat ihwal sertifikat badan usaha dilakukan agar PT Panca Duta tidak bisa mengikuti lelang. Sebab, panitia lelang menambahkan bahwa perusaah perserta lelang harus memiliki sertifikat badan usaha salah satunya terkait pemasangan pipa, dan PT Panca Duta tidak memiliki sertifikat tersebut.
Kecurangan itu pun dikuatkan oleh Hakim Sutio dengan membacakan Berita Acara Pemeriksaan milik Irawan.
“Bap Nomor 6, ‘setelah proses lelang pertama dibatalkan, dan diperintahkan untuk lelang ulang, maka dalam rangka melanjutkan perintah dari Djoko Pramono untuk mengatur agar PT Hutama Karya tetap sebagai pemenang, maka konslutasi dengan Dani. Dan kosultasi itu menghasilkan bahwa supaya PT Panca Duta Karya Abadi tidak bisa mengikuti lelang, saya menambahkan persyaratan berupa sertifikat badan usaha yang memang tidak dimiliki PT Pacna Duta Karya Abadi’. Betul?” tanya Hakim Sutio sambil membacakan BAP milik Irawan.
Irawan pun tak bisa berkelit lagi. Dia pun hanya menanggukan kepala saat dikonfirmasi mengenai BAP tersebut.
Berdasarkan surat dakwaan milik Budi Rachmat Kurniawan, atas pengaturan lelang itu Irawan, Djoko Pramono dan Bobby mendapatkan imbalan (arranger fee) dari PT Hutama Karya.
Adapun komisi untuk ketiganya yakni, Irawan sebesar Rp 1.000.400.000, Bobby Reynold Mamahit sebesar Rp 480 juta, Djoko Pramono sebesar Rp 620 juta.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby