‎Jakarta, Aktual.com — Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan bakal menangkap Direktur Utama PT Comradindo Linstasnusa Perkasa Tri Wiyasa. Sebab yang bersangkutan kerap mangkir dari panggilan penyidik untuk diperiksa atas kasus pembangunan Bank BJB Tower.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Maruli Hutagalung mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan permohonan pemburuan tersangka ke Adhyaksa Monitoring Center (AMC). Dia berharap upaya itu membuahkan hasil.

“Belum lama ini, permohonan sudah kita sampaikan ke AMC, termasuk berbagai kelengkapan lain. Tunggu saja, kita yakin dapat menangkapnya,” kata Maruli di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (6/11).

Langkah itu, kata dia, sebagai bentuk komitmen korps Adhyaksa dalam melakukan pemberantasan korupsi. Di sisi lain guna menghindari kesan, Kejagung memberi perhatian khusus kepada tersangka Tri Wiyasa.

“Karena bisa saja anggapan miring muncul, mengingat tersangka lain dalam kasus ini sudah ditahan dan telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Bandung,” ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Amir Yanto mengatakan, sampai saat ini penyidikan kasus tersebut masih berjalan. Besar kemungkinan, bakal ada tersangka lain jika ditemukan indikasi yang mengarah pada keterlibatan seseorang.

“Penyidikan kasus Bank BJB Tower terus berjalan. Namun saya belum dapat informasi mengenai perkembangannya seperti apa,” kata Amir Yanto.

Dalam kasus ini, Kejagung baru menjerat dua tersangka, yakni Tri Wiyasa, dan mantan Kepala Divisi Umum Bank BJB Wawan Indrawan. Informasi yang dihimpun, kendala Kejagung menangkap Tri Wiyasa karena diduga ada orang kuat di baliknya.

Orang tersebut diduga mempunyai pengaruh besar, sehingga tim penyidik merasa tak kuasa, dan dibuat dilema. Apalagi penasehat hukum Tri adalah mantan petinggi lembaga penegak hukum.

Kasus berawal dari keinginan manajemen BJB memiliki kantor cabang di Jakarta. Ketika itu, BJB menjalin kerjasama dengan Tri Wiyasa melalui PT Comradindo Lintasnusa Perkasa untuk mewujudkan mimpi tersebut, di kawasan Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada 2006.

Dalam kerjasama itu, BJB akan memiliki 14 lantai dari 27 lantai gedung tersebut. Kompensasi, BJB harus membayar lahan atas T-Tower milik PT Comradindo, yang ditaksir senilai Rp 543, 4 miliar. Bank BJB membayar uang muka sebesar Rp 217, 36 miliar, dibayar per-bulan selama setahun.

Belakangan, tanah itu diklaim milik orang lain hingga berujung pada pengadilan dan dugaan praktik penggelembungan harga (mark up). BJB pun harus gigit jari, karena uang negara sudah dikeluarkan, namun pembangunan terbengkalai. Alhasil Negara mengalami kerugian sekitar Rp 217 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby