Jakarta, Aktual.com — Presiden Joko Widodo sudah meniatkan secara langsung untuk bergabung dalam kerja sama multilateral Trans Pacific Partnership (TPP) saat bertemu Presiden Amerika Serikat Barack Obama. Tapi, sebelum Indonesia resmi bergabung pada TPP, pemerintah akan membuat kebijakan yang memproteksi produk lokal.
Atas rencana pemerintah Indonesia untuk bergabung ke dalam TPP terus menuai kritikan dari sejumlah kalangan. Termasuk dari Analis Ekonomi Politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Kusfiardi.
Dia mengatakan, seharusnya Pemerintah mengambil langkah kebijakan kerjasama ekonomi yang dapat meningkatkan kapasitas perekonomian nasional. Sejatinya pilihan kerjasama yang dipilih bisa lebih selektif secara bilateral. Itu lebih memungkinkan untuk mengambil manfaat yang optimal. Seperti alih teknologi
“Nampaknya Presiden (Joko Widodo) kurang menyadari bahwa TPP adalah kerjasama yang berorientasi pada liberalisasi ekonomi. Termasuk di dalamnya liberalisasi perdagangan,” kata Kusfiardi saat berbincang dengan Aktual.com di Jakarta, Sabtu (7/11).
Dia menjelaskan, bicara liberalisasi khususnya perdagangan, manfaat ekonomi bagi Indonesia tentulah lebih kecil dibanding negara-negara maju yang memiliki dukungan industri yang jauh lebih baik. Platform kerjasama ekonominya harus berorientasi untuk mengoreksi praktik ekonomi kolonial.
“Kondisi itu sama persis dengan potret ekonomi Indonesia pada masa kolonial. Bahkan bisa jadi justru menutup peluang bagi penguatan industri nasional yang sangat dibutuhkan bagi penguatan fundamental ekonomi nasional,” ujar dia.
Menurutnya, dengan bergabung dengan TPP, justru bisa membuat perekonomian nasional terjebak sebagai penyedia bahan mentah, buruh murah dan pasar yang besar.
“Semuanya dinikmati oleh kekuatan modal asing. Kecenderungan itu semakin terlihat semakin besar karena regulasi yang ada cenderung mengakomodir liberalisasi,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu