Jakarta, Aktual.com — Direktur Pelindo II Richard Joost Lino (RJ Lino) menyampaikan keterangan tertulis kepada awak media sebelum menjalani pemeriksaan dalam perkara dugaan korupsi pengadaan 10 mobil Crane di kantor Bareskrim Polri.
Dalam keterangannya, RJ Lino mengklaim jika pengadaan mobil crane di Pelindo II sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak menyalahi aturan.
“Pengadaan 10 unit mobile crane oleh PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau IPC telah mengikuti prosedur dan peraturan yang berlaku serta sejalan dengan kebutuhan bisnis perusahaan,” klaim RJ Lino dalam keterangan tertulisnya yang dibagikan ke wartawan, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/11).
Pengadaan mobil crane tersebut, RJ Lino menjelaskan, awal mulanya pada tahun 2011 IPC mengadakan lelang terbuka untuk pengadaan 10 unit mobile crane dengan anggaran Rp 58,9 miliar.
Dia berdalih, pengadaan mobile crane merupakan salah satu langkah meingkatkan produktivitas. “Khususnya kecepatan penanganan barang di pelabuhan,”ujarnya.
Selain itu, RJ Lino juga mengklaim proses pengadaan mobile crane pun sudah disetujui oleh Menteri BUMN dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2005.
Pada lelang pertama yang diselenggarakan pada Agustus 2011, ada 5 perusahaan turut andil. Di antaranya, PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa dan Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd.
Namun, lelang dianggap gugur lantaran penawaran harga vendor pada alat tertentu (khususnya kapasitas 65 ton) masih lenbih tinggi dibandingkan harga perkiraan sendiri (HPS). Pada November 2011, dilakukan lelang kedua, di mana ada 6 perusahaan yang ikut serta.
Antara lain, PT Altrak 1978, PT Traktor Nusantara, PT Hyundai Corporation, PT Berdikari Pondasi Perkasa, Guanxi Narishi Century M&E Equipment Co. Ltd dan PT Ifani Dewi.
“Pada Januari 2012, Guanxi Narishi dinyatakan keluar sebagai pemenang lelang dengan harga penawaran setelah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 45.949.200.000. Setelah negosiasi, harga turun menjadi Rp 45.650.000.000. Harga ini lebih rendah dari anggaran dalam RKAP dan masih di bawah HPS.”
Dalam keterangannya itu, RJ Lino kembali menepis jika pengadaan mobile crane telah merugikan keuangan negara. Dia berdalih, total dari pengadaan lebih rendah dari yang dianggarkan perusahaan.
“Tidak benar jika pengadaan mobile crane merugikan negara karena kemahalan,” kilahnya.
Lebih jauh, RJ Lino mengaku pengadaan 10 unit mobile crane itu sudah diaudit oleh BPK pada tahun 2014. Dia menyebut jika dari hasil auditama keuangan negara, BPK merekomendasikan agar IPC mengenakan sanksi maksimun sebesar 5 persen kepada kontraktor atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan.
“Jadi, masalah audit BPK ini sebenarnya sudah clear. Hasil audit tidak menyatakan adanya kerugian keuangan negara,” demikian RJ Lino.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby