Jakarta, Aktual.com — Serangkaian serangan terencana di pusat kota dan sekitar Paris, Prancis, pada Jumat waktu setempat atau Sabtu (14/11) dini hari WIB, mengakibatkan lebih dari 120 orang tewas dan setidaknya 180 orang lainnya cedera.
Serangan ini disebut-sebut sebagai aksi kekerasan terburuk dalam sejarah Prancis. Kelompok bersenjata menyerang setidaknya enam lokasi berbeda, mulai dari restoran pizza dan stadion sepak bola. Jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah.
Teror ini terjadi sehari setelah bom kembar di Beirut merenggut 44 jiwa dan hampir dua pekan setelah kelompok peneror menjatuhkan satu jet Rusia yang bertolak dari Mesir. Sebanyak 224 awak dan penumpang pesawat tersebut meninggal dalam peristiwa itu.
Dalam serangkaian teror di Paris, sebanyak delapan milisi terbunuh, tujuh di antaranya dalam keadaan mengenakan rompi bom. Empat dari para penyerang tewas itu di dalam gedung konser Bataclan, tiga di antaranya mengaktifkan rompi bunuh diri, sementara satu lainnya karena ditembak polisi.
Tiga milisi lainnya tewas di dekat stadion nasional dan milisi keempat terbunuh di jalanan di Paris bagian timur.
Kantor Berita AFP melaporkan, bahwa jumlah korban diperkirakan masih akan bertambah.
Dunia terguncang atas serangan brutal itu. Melalui kepala negara dan kepala pemeritahan serta tokoh-tokoh politik mengutuk keras serangan itu. Terkejut, prihatin, sedih dan geram menyikapi teror itu.
Sekjen PBB Ban Ki-moon mengecam aksi teror di Kota Paris. Menurut BBC World News, korban serangan di balai konser Bataclan di Paris mencapai lebih 100 orang dan 40 korban lainnya di sejumlah tempat di kota itu.
Presiden Prancis Franscois Hollande membatalkan rencana menghadiri sidang G20 di Turki dan menyatakan negara dalam keadaan darurat. Hollande juga memerintahkan penutupan perbatasan dan memobilisasi tentara menyusul serangan bersenjata dan bom bunuh diri.
Sementara itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengatakan, serangkaian serangan brutal di Paris telah memberikan arti baru bagi usaha-usaha global untuk menyelesaikan perang di Suriah.
Sebanyak 20 negara dan lembaga dunia bertemu di Wina dalam usaha menghentikan konflik yang berlangsung hampir lima tahun dan telah merenggut 250.000 jiwa, memicu krisis pengungsi di Eropa dan menaikan perhatian kepada kelompok negara yang meneror banyak negara di meja pembicaraan.
“Inilah hari sedih lain dan pertemuan yang kami selenggarakan di Wina hari ini merupakan jenis arti lain,” kata Mogherini ketika tiba untuk mengikuti pertemuan itu.
“Negara-negara yang duduk di meja ini hampir semua mengalami kepedihan yang sama, teror yang sama, kaget yang sama selama beberapa pekan lalu,” kata dia merujuk kepada Paris, Lebanon, Rusia, Mesir dan Turki.
Mengutuk menyikapi aksi teror itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas nama Bangsa Indonesia mengutuk keras aksi terorisme dan kekerasan yang terjadi di Paris.
“Saya menyampaikan duka mendalam bagi korban aksi terorisme dan kekerasan di Paris dan juga kepada pemerintah dan rakyat Prancis,” demikian pernyataan duka cita Presiden Joko Widodo.
Pernyataan itu disampaikan Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Sabtu pagi, sesaat sebelum keberangkatannya menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Antalya, Turki.
Terorisme dengan alasan apa pun dan dalam bentuk apa pun, tidak dapat ditoleransi. Pemerintah Indonesia menyerukan semua pihak untuk memperkuat kerja sama internasional dalam menghadapi terorisme.
Wapres Jusuf Kalla (JK) juga menyempatkan waktu sejenak saat akan melakukan kunjungan kerja ke Aceh untuk menghadiri Puncak Peringatan 10 Tahun Perdamaian Aceh di Banda Aceh pada 14-15 November 2015.
“Seperti yang dikatakan Presiden, Indonesia terkejut dan tentu mengutuk semua aksi seperti itu. Kita sudah mengalami bagaimana akibat dari pada teror seperti itu,” kata JK di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Sabtu, sesaat setelah mengantarkan Presiden Joko Widodo dan rombongan berangkat ke Antalya, Turki.
Dia menegaskan, Indonesia memberikan dukungan moral kepada Prancis. “Kita belum tahu apa yang terjadi. Siapa dan karena apa. Tentu setidak-tidaknya dukungan moril karena Indonesia telah mengalami hal yang sama maka tentu security harus diperketat,” katanya.
Bukan hanya pemerintah yang mengutuk aksi teror itu. Ketua MPR Zulkifli Hasan juga menyampaikan hal senada dan turut berduka cita pada korban serangan dan ledakan bom di negara itu.
“Indonesia turut berduka cita atas tragedi kemanusiaan di Paris,” katanya.
Zul menyatakan, penyerangan itu merupakan tindakan biadab yang tidak boleh terulang lagi. Kerukunan masyarakat Indonesia sudah berjalan baik dan saling bertoleransi. Semua pihak termasuk kalanga tokoh agama agar tidak hanya fokus menjalankan ibadah, tapi juga turut berperan aktif dalam menjaga kerukunan dan kedamaian di antara masyarakat.
Analisis Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq juga mengutuk aksi teror di Paris. “Pembantaian di Paris adalah tindakan teror yang keji,” katanya kepada pers di Jakarta, Sabtu.
Sasaran aksi teror adalah warga sipil di beberapa lokasi termasuk di stadion saat ada pertandingan sepak bola antara Pracis melawan Jerman yang ditonton pula oleh Presiden Prancis Franscois Hollande sehingga merupakan teror kepada negara juga.
Mahfudz menyampaikan analisis mengenai teror itu. Yang harus dikritisi jika pelaku benar dari ISIS maka ini adalah bagian dari skenario untuk menarik negara-negara Eropa untuk masuk dan terlibat dalam konflik bersenjata di Timur Tengah (Timteng), setelah Rusia terlibat secara militer.
“Karena kita tahu ISIS sarat dengan campur tangan dan kepentingan sejumlah negara,” kata politisi PKS itu.
Informasi yang telah dipublikasikan menyebutkan, lebih dari 500 warga Prancis diperkirakan bergabung dengan Negara Islam (IS) di Suriah dan Irak, sementara 250 orang lainnya telah kembali dan sekitar 750 orang mengungkapkan keinginannya untuk bergabung dengan kelompok garis keras tersebut.
Prancis bergabung dengan serangan udara pimpinan AS, yang menjadikan IS target serangan di Irak selama setahun. Pada September lalu, Prancis memulai pengeboman terhadap kaum jihad di Suriah.
Karena itu, Mahfudz mengingatkan semua pihak mengenai kemungkinan pola konflik kawasan yang sedang terjadi di Timteng akan terus meluas ke berbagai negara lain. “Kita semua tahu bahwa proses awal konflik di Timteng telah melibatkan AS dengan intervensinya ke Irak untuk menjatuhkan rezim Saddam Husein,” katanya.
Hal itu berlanjut ke beberapa negara lainnya seperti Libya, Suriah dan Yaman. Namun perubahan rezim politik tidak segera menghasilkan rezim dan format politik baru. “Yang muncul adalah model konflik baru yang multifaktor dan aktor. ISIS hanya salah satu faktor dalam pola konflik sekarang,” katanya.
Timteng sesungguhnya telah dijadikan lapangan konflik untuk target merekonstruksi peta negara dan kekuasaan dengan melibatkan aktor negara dan non negara. Setelah AS, Rusia, Arab Saudi dan Turki terlibat, kasus pembantaian di Paris adalah cara menyeret Eropa menjadi faktor dan aktor tambahan.
Bagaimana Indonesia bersikap?
“Pemerintah Indonesia harus memahami dan menyikapi situasi dan kondisi ini. Karena pola konflik ini akan terus diperluas termasuk ke kawasan Asia Barat, Asia Selatan dan kemudian Asia Tenggara,” kata Mahfudz.
Di kawasan Asia Timur juga sudah menghadapi potensi konflik kawasan, yaitu isu Laut China Selatan. “Jika kedua pola konflik kawasan ini bertemu maka layak kita memproyeksi terjadinya konflik baru yang sangat besar,” katanya.
Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Din Syamsuddin juga mengutuk dan mengecam keras serangan bersenjata terhadap penduduk sipil di Paris.
“Apapun motifnya, baik agama, politik maupun sosial tidak dapat dibenarkan. Tindakan yang menghilangkan nyawa orang lain, tidak dapat dibenarkan,” kata Din Syamsuddin di sela kegiatan diskusi “Interfaith Dialogue for Peace and Coexistence: Crucial Elemenet to Achieve Sustainable Development Goals” di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Sabtu (14/11).
Namun dia tidak mau berspekulasi dan menduga-duga motif di balik serangan bersenjata dan ledakan bom tersebut. “Kita tunggu saja hasil investigasi dari Pemerintah Prancis,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh: