Jakarta, Aktual.com — Menteri ESDM Sudirman Said telah melaporkan ke MKD DPR-RI terkait politisi terkenal dan berpengaruh yang telah mencoba menjual nama Presiden dan Wapres kepada pimpinan Freeport. Politisi tersebut selain meminta jatah saham di Freeport untuk Presiden, Wapres dan untuk dirinya sendiri, juga meminta projek pembangkit listrik di Timika, sebagai syarat untuk memperpanjang kontrak Freeport.

Menurut Aktivis Petisi 28, Haris Rusly bahwa Sudirman Said bukanlah orang pertama yang mendengar secara langsung percakapan sang politisi “broker” tersebut dengan Pimpinan Freeport. Haris menduga Sudirman mendapatkan laporan dari dua pejabat Freeport yang saat itu sedang bergerilya melakukan pendekatan politik kepada sejumlah pejabat negara untuk memperpanjang kontrak Freeport.

“Karena itu, yang harus dimintai keterangan dan klarifikasinya terkait politisi yang mencatut nama Presiden dan Wapres bukan hanya Sudirman Said semata. Dua pejabat teras Freeport, yaitu James Muffett dan Maroef Sjamsoeddin, yang kami duga sebagai pihak pertama yang mendengar pencatutan nama Presiden dan Wapres, harus juga dipanggil oleh MKD DPR-RI untuk dimintai kesaksian dan keterangannya,” tegas Haris dalam siaran pers, Senin (16/11).

Haris menambahkan dalam pandangannya, menjual nama Presiden dan Wapres untuk mendapatkan saham di Freeport adalah sebuah kejahatan menjual negara atau mengkhianati negara, karena itu tak bisa dianggap sebagai sebuah perbuatan “guyonan” semata, apalagi yang melakukan kejahatan tersebut adalah seorang politisi yang mempunyai pengaruh kuat di parlemen dan istana negara, yang dapat mengubah arah dan kebijakan negara.

Kebiasaan menjual negara seakan telah menjadi kebiasaan yang lumrah di negeri ini, namun hukum tidak pernah tegas kepada mereka. Tak hanya politisi dan pejabat negara yang gemar menjual negara, para aktivis LSM yang bermental inlander juga sering menjual masalah dalam negeri Indonesia kepada sejumlah funding dan donatur international untuk mendapatkan dana segar. Di negeri ini, bahkan “mayat para aktivis” yang telah mati pun bisa dikemas jadi proposal untuk menyedot dana dari lembaga funding international.

“Padahal para pendiri negara kita mengajarkan bahwa kemerdekaan negara Indonesia dicapai tidak dengan proposal yang diajukan kepada lembaga funding asing, tapi oleh sebuah perjuangan yg berdiri atas pengorbanan dan persatuan dari rakyat Indonesia sendiri,” tegasnya.

Tak hanya nama Presiden dan Wapres yg dijual oleh politisi untuk mendapatkan saham Freeport, bahkan UUD Amandemen hingga UU, Paket Kebijakan Ekonomi dan Perda banyak yang diorder oleh kepentingan asing dan para taipan untuk memuluskan kepentingan politik dan bisnisnya di Indonesia.

Banyak pejabat negara kita, yang mempunyai pengabdian ganda, di satu sisi selain bekerja, digaji dan mendapatkan fasilitasi oleh negara RI, di sisi yang lain juga menjual dirinya menjadi pegawai kepentingan asing dan kacung dari kepentingan korporasi, baik asing maupun nasional.

Karena itu, untuk mencegah tidak terulang kembali kejahatan serupa, maka, selain dipanggil dan diperiksa oleh MKD DPR RI, Haris juga mendesak Polri melalui Keamanan Negara (Kamneg) untuk memanggil dan memeriksa Menteri ESDM Sudirman Said, James Muffett, dan Maroef Sjamsoeddin selaku pejabat Freeport.

“Maroef Sjamsoeddin sebagai mantan Wakil Kepala BIN harus membuktikan, apakah dirinya berpihak kepada merah putih atau mendukung Freeport..?,” pungkas Haris.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan