Pelaksana tugas Pimpinan KPK Johan Budi (kanan) dan Indrianto Seno Adji melakukan konferensi pers tentang penetapan tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/10). KPK menetapkan Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella sebagai tersangka dengan dugaan menerima suap terkait penanganan perkara korupsi Dana Bansos Provinsi Sumatera Utara yang tengah diselidiki Kejaksaan Tinggi Sumut dan Kejaksaan Agung. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A./ama/15

Jakarta, Aktual.com — Akuntan publik asal Australia, Kordamentha telah melakukan audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Dari hasil audit tersebut terindikasi adanya kerugian negara. Pasalnya, dari hasil audit Kordamentha terdapat penyelewengan dalam proses tender minyak yang dilakukan oleh ‘trader’ PT Pertamina (Persero) itu.

Pelaksana tugas (Plt) pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji menjelaskan, meskipun terindikasi adanya penyelewengan yang berimbas kepada kerugian negara, audit Kordamentha tidak bisa dijadikan dasar hukum. Sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, audit kerugian negara yang dihitung oleh akuntan publik dikatakan sah jika sudah ditunjuk oleh lembaga hukum.

“Umumnya, sesuai penjelasan Pasal 32 UU Tipikor memang dilakukan oleh instansi yang berwenang (dalam praktek yurisprudensi oleh BPK atau BPKP) atau akuntan publik yang ditunjuk,” kata Indriyanto kepada Aktual.com, Selasa (17/11).

Namun demikian, ketika ditanya apakah audit yang dilakukan Kordamentha terhadap Petral ‘bodong’, Indriyanto enggan menjawab. “Saya tidak bicara ‘bodong’ atau tidak,” kata dia.

Polemik hasil audit Petral sendiri bermula saat pemerintah meminta Direksi Pertamina (Persero) mendalami dan menyelesaikan audit forensik terhadap Petral. Pasalnya, selama 2012-2014 pengadaan minyak oleh Petral terlihat tidak relevan, seperti timbulnya biaya tinggi (high cost) yang memicu terjadinya intransparansi, ketidakoptimalan dalam menjalankan perusahaan.

Terdapat tiga kegiatan yang sudah dan sedang dilakukan terhadap Petral, yakni kajian mendalam (due dilligence) terhadap aspek keuangan dan pajak yang dilakukan EY serta legal oleh HSF dan wind-down process berupa inovasi kontrak, settlement utang piutang dan pemindahan aset kepada Pertamina.

Beberapa temuan auditor tersebut antara lain ketidakefisienan rantai suplai berupa mahalnya harga crude dan produk yang dipengaruhi kebijakan Petral dalam proses pengadaan, pengaturan tender MIGAS, kelemahan pengendalian HPS, kebocoran informasi tender, dan pengaruh pihak eksternal.

‎Kendati demikian, audit yang dilakukan Kordamentha justru berbanding terbalik dengan hasil ausit BPK, sebagai lembaga negara yang sah. Dari hasil auidt BPK terhadap Petral periode 2012-2014 mendapat predikat ‘wajar’.
Berdasarkan dokumen audit BPK terhadap Petral yang dihimpun Aktual, Pertamina dan Petral/PES telah melaksanakan pengadaan minyak mentah dan produksi kilang secara wajar, minyak mentah yang diimpor telah menghasilkan yield yang optimal sesuai dengan kondisi kilang.
Hal itu juga telah sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 1995, Permen BUMN No.Per-15/MBU/2012, Permen Keuangan No.154/PMK.03/2010, Kepmen ESDM No. 2576 K/12/MEM/2012 dan Surat Keputusan Kepala SKK Migas No. KEP-0131/BPO0000/2014/S2, serta ketentuan-ketentuan lainnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu