Audit Forensik Petral-PES (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Pengamat Politik Sigma Said Salahudin mengatakan Menteri tidak bisa melaporkan aduan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Sebab, pejabat negara tidak memiliki legal standing.

Berarti, secara mekanisme Menteri ESDM Sudirman Said tak bisa melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke MKD terkait dugaan pencatutan nama presiden soal perpanjangan kontrak dengan PT. Freeport Indonesia.

Menurutnya, ada dua syarat jika si terlapor melakukan pelanggaran kode etik. Pertama, Jika ingin diproses tanpa pengaduan maka tidak boleh ada pengaduan.

Kedua, Tanpa pengaduan. Itupun diproses dengan dua tahap. Pertama, uji alat bukti. Jika mengarah pada dugaan baru masuk tahap kedua pemanggilan.

“Ini masih permulaan, makanya saya bingung. Junimart katakan bahwa ini akan diproses dengan mekanisme aduan. Dia paham nggak hukum acara siapa yang punya legal standing. Yang punya legal, DPR dan masyarakat. SS pejabat negara, pejabat negara dengan masyarakat dua hal berbeda,” ujar Said di Jakarta, Rabu (18/11).

“SS Kapasitasnya bukan anggota DPR, dia tidak bisa dikualifikasi sebagai masyarakat,” sambungnya

Menyinggung adanya keterlibatan Setya Novanto benar mencatut nama presiden, Said menjelaskan dalam percakapan yang beredar tidak diketemukan dirinya mencatut nama presiden.

“Ukurannya hanya sekarang yang beredar yang sedikit saya tidak lihat ada pencatutan nama presiden. Pernyataan yang disebutkan SN kan dia relatif paling sedikit bicara diantara tiga orang. Tidak ditemukan Setnov catut nama presiden bahwa akan diberikan sekian. Kalau ukuran yang sekarang memang tidak ada indikasi dia mencatut,” jelasnya

Sementara, Said mengatakan menuding orang mencatut nama bisa masuk delik pidana. Namun, ia tak menyarankan Setya Novanto melaporkan Sudirman Said ke Polisi.

“Bisa saja. Kalau ada tudingan seseorang mencatut nama lain itu bisa masuk delik dipidana. Saya tidak menyarankan anggota DPR bersangkutan melaporkan SS. Menurut saya itu tidak benar. SS lapor ke MKD aja udah nggak bener. Eksekutif laporkan legislatif ke lembaga legislatif. Itu kan lempar bola. Akhirnya yang ribut DPR,” tuturnya

Said menambahkan bila eksekutif mendapati masalah dengan legislatif maka penyelesaiannya juga harus menempuh jalur politik. Hukum yang digunakan pun adalah hukum tata negara, bukan pidana maupun perdata.

“Cara SS laporkan salah jangan dibalas dengan cara yang salah pula antara eksekutif dan legislatif kalau ada masalah. Jalurnya satu, politik, karena dia lembaga politik. Kalau presiden punya pandangan berbeda dengan DPR bentuk UU,”

“Penyelesaian politik yang harusnya dikedepankan. Karena presiden dicatut legislatif. Kan ada dua masalah. Proses politik kalau dalam proses politik bersentuhan dengan persoalan hukum. Hukum yang digunakan bukan pidana perdata tapi tata negara,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh: