Jakarta, Aktual.com — Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) mendesak Presiden Jokowi untuk tidak memperpanjang kontrak Freeport di Papua. Inilah momentum yang ditunggu-tunggu seluruh rakyat Indonesia. Apabila tidak dihentikan sekarang, bangsa Indonesia akan menanti lagi hingga 2041.
“Sudah cukup Freeport mengeruk kekayaan alam Indonesia. Sejak mulai pengerukan pada 1967, isu kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Freeport terus menjadi topik wacana. Mulai dari pengrusakan alam, pencemaran lingkungan, kekerasan terhadap penduduk dan eksploitasi alam yang sangat massif,” ujar Sekretaris Jenderal Humanika, Sya’roni dalam siaran pers, Kamis (19/11)
sya’roni menegaskan cukup 2 kali bangsa ini menorehkan tanda tangan kerjasama dengan Freeport. Pertama, tahun 1967, saat Indonesia memang membutuhkan suntikan investasi untuk menggerakkan pembangunan. Kedua, pada 1991, waktu Indonesia dalam kepemimpinan yang sangat otoriter sehingga perpanjangan kontrak sarat dengan manipulasi dan korupsi.
“Rentang panjang dari 1967 hingga sekarang cukuplah menjadikan bangsa ini memiliki kemampuan untuk mengelola sendiri tambang emas Papua. Apalagi saat ini hampir semua karyawan Freeport adalah rakyat Indonesia, sehingga apabila dilakukan nasionalisasi dipastikan rakyat Indonesia sanggup mengelolanya sendiri,” tegas dia.
Terkait modal kata sya’roni tidak perlu dipikirkan. Kekayaan alam yang terkandung di dalam perut bumi Papua sudah cukup untuk menjadi jaminan menarik investor di seluruh dunia untuk memberikan pinjaman.
“Menasionalisasi Freeport tidak hanya menghentikan praktik eksploitasi ekonomi, tetapi juga menegakkan kedaulatan di bumi pertiwi,” tegasnya lagi.
Skandal perekaman terhadap Ketua DPR menjadi bukti betapa beraninya Freeport mengadu-domba antar pejabat Indonesia. Pejabat yang tertuduh patut mendapatkan hukuman yang setimpal. Tetapi, Freeport juga harus mendapat hukum yang terberat yaitu penghentian kontrak karya di Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan