Jakarta, Aktual.com — Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan pihaknya bakal memproses laporan PT Bumi Mansyur Permai (BMP) terkait kasus mafia tanah di Sumatera Utara.
Bahkan ia akan memerintahkan jajarannya untuk menindaklanjuti permohonan perlindungan hukum yang diajukan ke Mabes Polri oleh PT BMP yang menjadi korban aksi penyerobotan tanah.
PT BMP melalui kuasa hukumnya, Zakaria Bangun, juga telah mendatangi Komisi III DPR untuk mengadukan persoalan mafia tanah yang mereka hadapi pada Selasa (17/11) lalu.
Kapolri menjelaskan, proses gelar perkara ulang dapat dilakukan saat pemohon merasa penyidikan dilakukan kepolisian berjalan lambat atau tidak profesional.
Ia pun mempersilahkan pelaporan ke Komisi III yang mempunyai peran sebagai pengawas maupun ke Mabes Polri dalam hal ini Divisi Propram.
“Silahkan saja dilaporkan nanti bisa digelar perkara proses penyidikan,” kata Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (19/11).
“Semua kasus itukan ada proses hukum, kalau ada yang tidak puas ya silahkan digelar, gampang. Di Mabes juga bisa digelar. Tergantung teknis, bisa di Polda bisa di Mabes,” sambungnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmon J Mahesa menyampaikan pihaknya akan segera memproses pelaporan PT BMP atas tuduhan adanya mafia tanah tersebut. Komisi III juga akan meneliti inti permasalahan yang melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara itu.
“Kalau ada proses yang tidak adil, panja penegakan hukum akan melakukan kunjungan ke Medan untuk menyelidiki kasus itu,” ujarnya.
Surat aduan tak hanya disampaikan PT BMP ke Komisi III namun juga kepada Presiden RI Joko Widodo untuk meminta bantuan hukum dan sejumlah pejabat negara lainnya seperti Kejaksaan Agung, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN.
Direktur Utama PT BMP, Marthin Sembiring mengatakan awalnya pihaknya melaporkan kasus tersebut ke Polda Sumut atas pemalsuan tanda tangan untuk menguasai tanah milik PT BMP di Kecamatan Medan Selayang dan Sunggal, Medan, Sumatera Utara seluas 15 hektare.
Dalam laporan itu, pihak penyerobot tanah itu telah memalsukan tanda tangan pihak kelurahan setempat. “Anehnya, mereka dalam waktu seminggu sudah memiliki sertifikat melalui proses panitia pemeriksaan tanah Kantor Badan Pertanahan setempat,” terang Marthin.
Dia menambahkan, para mafia tanah tersebut juga memalsukan stempel kantor kelurahan untuk menguatkan dapat memiliki sertifikat tanah tersebut.
Meski telah menetapkan 13 tersangka sejak tahun 2014, namun Polda Sumut tak melakukan penahanan. Padahal, para ahli sudah dimintai keterangan terkait dugaan pemalsuan surat dan tanda tangan itu.
“Yang menjadi pertanyaan, sampai sekarang belum ada perkembangan kasus tersebut. Bahkan orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka belum juga ditahan. Hasil Labkrim Polda Sumut juga menyebutkan benar ada pemalsuan hingga ditetapkan tersangkanya,” imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby