Jakarta, Aktual.com — Polemik perpanjangan kontrak PT Freeport yang melibatkan Menteri ESDM Sudirman Said, ditengarai hanya bagian kecil dari sebuah pertarungan besar memperebutkan penguasaan sumber daya alam di Indonesia. Kekacauan berawal dari rezim sebelumnya dan dilanjutkan pemerintahan saat ini.
Mantan Dirjen Minerba dan Panas Bumi Kementerian ESDM, Simon F Sembiring menuturkan salah satu penyebab kisruh divestasi dan perpanjangan kontrak PT Freeport adalah warisan yang diberikan oleh Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ketika hendak lengser, Rezim SBY menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 sepekan sebelum menyerahkan jabatannya kepada Presiden joko Widodo (Jokowi).
“Padahal PP nomor 42 Tahun 2012 sudah dinyatakan 51 persen. Nah tiba-tiba (diterbitkan) PP nomor 77 Tahun 2014. Seminggu sebelum beliau (SBY) lengser muncullah PP itu yang menyatakan kalau metode Penambangan Bawah Tanah bisa 30 persen,” ujar Simon dalam sebuah diskusi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (21/11).
Menurutnya, PP nomor 77 Tahun 2014 justru mengakomodir kepentingan Freeport untuk terus menguasai pertambangan yang ada di bumi Papua.
Meski demikian, Simon menyayangkan sikap pemerintah yang dinilainya telah melanjutkan kebobrokan keputusan pemerintahan sebelumnya terkait PP 77 Tahun 2014.
“Saya mencium ada unsur yang mempengaruhi kebijakan itu. Jadi bukan Jokowi, waktu zaman SBY. Dan sekarang kok malah dilanjutin,”sesalnya.
Diutarakan Simon, banyak keganjilan substansial dalam PP nomor 77 Tahun 2014 yang tidak direvisi oleh Presiden Jokowi. Dalam PP nomor 77 tersebut, Simon mengungkapkan bahwa kewajiban divestasi untuk perusahaan tambang asing dipecah menjadi 3 bagian.
Pertama, divestasi 51 persen diwajibkan untuk perusahaan yang hanya melakukan kegiatan penambangan. Kedua, divestasi 40 persen diwajibkan kepada perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan serta membangun smelter (pengolahan dan pemurnian hasil tambang).
Ketiga, divestasi 30 persen diwajibkan kepada perusahaan yang kegiatan pertambangannya berada di bawah tanah. “Dari dulu sudah divestasi, kenapa sekarang kita peringan gitu loh. Justru harusnya makin bagus untuk kepentingan nasional. Ini malah makin jelek,” keluh Simon.
Kisruh berkepanjangan seperti yang terjadi saat ini, di mata Simon hanya sekedar pencitraan saja.
“Ini semua jadi kacau. Pemerintah berikan informasi yang kacau. Freeport juga memberikan informasi yang kacau,” demikian Simon.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan