Jakarta, Aktual.com — Pensus Angket Pelindo II DPR menggelar rapat kerja dengan Direktur Utama JICT Dani Rusli dan mantan Direktur JICT Risa Erifan untuk dimintai keterangannya terkait persoalan perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT).
Wakil Ketua Pansus Pelindo II Teguh Juwarno mengatakan pihaknya menemukan kejanggalan dalam perpanjangan JICT.
Semula perpanjangan dilakukan oleh Pelindo II dengan Hutchison Port Holdings (HPH), namun dari hasil penelusuran pansus, perpanjangan dilakukan antara Pelindo II dan JICT. Sebab, kontrak perpanjangan ditandatangi oleh Dirut Pelindo II dan Dirut JICT.
“Karena semua ini salah satu persoalan yang mendasar adalah perpanjangan kontrak kerjasama antara pelindo II dengan HPH yaitu untuk perpanjangan JICT. Nah ternyata temuan kita yang kalau dikatakan itu mengejutkan, bahwa yang melakukan kerjasama bukan pelindo dengan HPH. Tetapi pelindo dengan JICT. Yang tandatangan adalah dirut pelindo dengan dirut JICT,” ujar Teguh usai rapat di DPR, Jakarta, Rabu (25/11).
Terkait hal tersebut, Teguh menilai ada upaya dari Pelindo II untuk mengelabuhi negara, karena JICT merupakan anak perusahaan Pelindo II.
“Artinya dirut induk perusahaan dengan anak perushaan. Ini kan artinya apa, ada upaya kita melihatnya dalam upaya tipu-tipu atau upaya coba-coba untuk mengelabuhi,”
“Karena perjanjian perpanjangan yang disebut sebagai perpanjangan disini, pengelolaan JICT ini kan sebenarnya adalah perjanjian yang harusnya dilakukan oleh Pelindo dan HPH. Harusnya yang tandatatangan kan dirut pelindo sama HPH. Tapi ini kan tidak terjadi, ini mencurigakan dan perjanjiannya dilakukan tanpa ada konsesi dari Kemenhub,” bebernya.
Sebagai kesimpulan pertama, Teguh menyatakan sudah semakin tegas bahwa perjanjian kerjasama antara HPH dan Pelindo II ini batal demi hukum.
Kemudian yang kedua, Pansus melihat direksi yang ditunjuk di JICT seperti boneka yang dimainkan RJ Lino.
“Mereka tidak tahu bahkan mereka hanya sekedar nurut saja. Ini sekaligus juga semacam menjadi jawaban kecurigaan kita selama ini kenapa karena induk perusahaannya atau katakanlah revenue (cek lg) perusahaan naik tetapi kok keuntungannya malah makin turun kalau kita lihat dari tren penilaian atau valuasi perusahaan tersebut,”
Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa penilaian terhadap aset bangsa sengaja dikecilkan ketika bekerjasama dengan pihak lain. Itu temuan yang juga dikritisi Pansus.
Pihaknya juga melihat persoalan lain, seperti penggunaan pihak ketiga dalam upaya penggajian para eksekutifnya.
“Yaitu pakai asing, ini juga aneh. Kenapa tidak langsung saja, sementara para dirut keuangannya tidak tahu dan mereka sebatas hanya membayar saja. Ini hal-hal yang memang kita melihat dari sisi tata kelola perusahaan ini sangat mencurigakan,” Tandas Teguh.
Artikel ini ditulis oleh: