Menteri ESDM Sudirman Said berjalan melewati pintu pemeriksaan keamanan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (20/11). Sudirman Said mendatangi Istana Kepresidenan untuk melaporkan soal hasil pertemuan menteri-menteri energi di Paris, Perancis dan telah dikukuhkannya Indonesia menjadi anggota International Energy Agency kepada Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/pd/15.

Jakarta, Aktual.com — Menteri ESDM Sudirman Said disebut-sebut lebih mementingkan kepentingan asing, dalam hal ini PT Freeport Indonesia, ketimbang negaranya sendiri. Pernyataan itu timbul untuk menanggapi surat Sudirman kepada Chairman of The Board Mcmoran, James R Moffet.

Dalam surat tertanggal 7 Oktober 2015, Menteri ESDM Sudirman Said secara lugas ‘menjamin’ adanya pembaharuan kontrak penambangan untuk Freeport.

“Itu yang jadi masalah. Ini Menteri ESDM mencoreng, seperti mementingkan kepentingan Freeport,” sesal pengamat kebijakan energi, Yusri Usman, saat dihubungi, Rabu (25/11).

Seharusnya, sambung dia, sebelum menjanjikan adanya pembaharuan kontrak, pemerintah mempertegas Freeport untuk segara menuntaskan kewajibannya sebagaimana tertuang dalam kontrak karya yang dikawal dengan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.

“Mereka sudah melakukan kewajiban sesuai dengan kontrak karya belum?” tegasnya.

Menurut Yusri, jika Freeport tidak menjalankan kewajiban sesuai dalam kontrak karya, itu sama saja dengan melanggar UU. “Artinya di UU Minerba, sudah disebut tegas bahwa kontrak karya harus sesuai UU Minerba,” pungkasnya.

Freeport sendiri sampai hari ini belum menuntaskan beberapa kewajibannya, seperti halnya membangun pengolahan hasil tambang atau dikenal dengan smelter. Perusahaan asal Amerika Serikat itu juga belum mendivestasikan sahamnya sebesar 20 persen lagi, dari 30 persen yang disepakati.

Khusus untuk pembangunan smelter itu tertuang dalam Pasal 169 UU Minerba, yakni pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian. Smelter itulah yang nantinya akan melakukan permunian terhadap hasil bumi yang diambil Freeport dari ‘perut’ pulau Papua.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby