Jakarta, Aktual.com — Kontrak karya (KK) Freeport dinilai sebagai bentuk blunder nasional, karena memberikan kedaulatan wilayah kepada Freeport. Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean.

“Kontrak Freeport ini benar-benar blunder nasional, karena memberikan kedaulatan kepada perusahaan asing, memberikan kedaulatan wilayah kita kepada Freeport,” kata Ferdinand di Kantor DPR-RI Jakarta, Jum’at (27/11).

Dirinya meminta pemerintah untuk bernegoisasi dengan Freport dalam rangka amandemen kontrak karya agar mengacu kepada Undang-Undang (UU) No 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.

Ia menjelaskan, selama ini perjanjian dengan Freeport mengacu kepada UU tahun 1967, sehingga atas nama kontrak karya yang memberikan kewenangan lebih terhadap Freeport.

Sedangkan didalam UU tahun 2009 tidak berdasarkan kontrak karya, namun atas dasar izin usaha pertambangan (IUP).

“Kalau sudah IUP, mereka tidak bisa begitu, kita bisa memaksa mereka membangun smelter, kita bisa menegur setiap saat kalau ada terjadi pelanggaran terhadap syarat yang ditetapkan di dalam IUP, kita bisa memberhentikan sementara kontraknya,” papar Ferdinand.

Selain itu dia menyatakan penolakan atas wacana dari Kementerian ESDM mengusulkan Perpu dan membatalkan UU Menerba tahun 2009.

Menurutnya esensi dan konten di dalam UU tahun 2009, sudah berpihak kepada negara, hanya yang dibutuhkan sekarang adalah ketegasan pemerintah untuk menjalankan amanat UU tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka