Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi IV DPR RI Al Muzzammil Yusuf menilai kabinet Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla belum kompak, sehingga berpotensi terjadi koordinasi yang buruk.
“Sejak zaman reformasi hingga sekarang, konflik terbuka di kalangan pemerintah paling terlihat saat masa Jokowi,” ujarnya dalam diskusi terbatas di Hotel Meridien, Jakarta, Jumat (27/11).
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mencontohkan konflik yang terlihat dalam satu tahun kepemimpinan Jokowi-JK adalah “perang” argumen antara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengenai proyek pembangkit listrik 35.000 Megawatt.
Selain itu, pelaporan Menteri ESDM Sudirman Said terkait anggota DPR yang mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapatkan proyek PT Freeport Indonesia ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR juga menggambarkan kurang adanya komunikasi dalam kabinet tersebut.
“Pada saat Sudirman Said melaporkan kasus pencatutan nama ke MKD, ini didukung oleh JK yang merupakan Wapres, namun ini dikatakan tidak dapat izin dari Presiden Jokowi, ini masalah,” tambahnya.
Selain itu, ia juga menilai ada “keretakan” pada tingkat tertinggi “panggung” eksekutif, yakni antara Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Ada juga ketidakpercayaan Jokowi kepada JK, yang mana saat ke luar negeri, Jokowi percayakan beberapa tugas penting kepada Luhut. Padahal dalam urutan kenegaraan masih ada Wapres saat itu,” kata Muzzammil.
Ia mengemukakan sejumlah konflik yang jelas terlihat dalam Kabinet Kerja ini perlu diperbaiki pemerintah agar koordinasi antarpemimpin kementerian menjadi tidak terhambat.
“Presiden dalam kasus ini harus tegas, harus menyatukan para menterinya, agar masing-masing dapat merampungkan tugas sesuai instansinya,” paparnya.
Namun, ia yakin sejumlah konflik tersebut masih dapat diatasi pemerintah yang memimpin Indonesia sejak 2014 itu.
“Ini masih evaluasi setahun, saya yakin di tengah kerugian negara, penambahan pengangguran dan pekerja asing ke Indonesia, masyarakat masih memberikan ruang dan waktu ke depannya bagi pemerintah untuk memperbaiki masalah ini,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan