Jakarta, Aktual.com – Ahli hukum tata negara, Irman Putra Sidin, mengatakan bahwa permasalahan perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia yang tengah dihadapi pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla, telah memasuki ranah politik. Padahal ada isu yang lebih penting dari itu semua, yakni adanya dugaan pelanggaran berat atas kedaulatan negara/konstitusi.
Dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/11), Irman mengungkapkan masuknya beberapa perusahaaan tambang asing sejak zaman Orde Baru, dengan menggunakan rezim kontrak antara negara dengan perusahaan tambang.
Kerjasama yang menurutnya bertentangan dengan Undang-Undang Negara Indonesia itu, karena meletakkan negara dengan perusahaan tambang sederajat.
“Sesungguhnya bentuk pelanggaran berat terhadap konstitusi menyangkut Negara menguasai bumi serta kekayaaan alamnya (Pasal 33 UUD 1945). Konstitusi mengharamkan perusahaan tambang duduk sejajar dengan Negara,” tegasnya.
Dalam prosesnya, kontrak karya perusahaan tambang itu kemudian direvisi. Dari sebelumnya rezim kontrak menjadi rezim perizinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahuun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Diakui Irman, UU Minerba ini sudah cukup baik meski belum menerapkan standar optimal, agar keberadaan sumber-sumber kekayaan nasional itu dikuasai oleh negara sesuai konstitusi. Yang pasti, dalam hal ini negara masih menghormati kontrak karya yang telah ada.
“Bisa diartikan bahwa tidak ada lagi renegosiasi perpanjangan kontrak dan tahun 2010, semua substansi kontrak karya yang menjadikan dasar keberlanjutan pengusahaan tersebut harus mendapatkan izin usaha dari Negara,” jelas Irman.
Terkait hal ini pula, pendiri Sidin Constitsion itu berharap pemerintah bersama DPR bersama-sama menyelamatkan negara. Yakni melalui agenda konstitusional penggunaan hak angket DPR. Sebab hal ini menyangkut keluhuran dan kehormatan perwakilan rakyat DPR serta masa depan daulat konstitusi kita.
Artikel ini ditulis oleh: