Pencatutan Nama Presiden Jokowi Dalam Negosiasi Kontrak PT Freeport Indonesia. (Aktual/Ilst.Nelson)

Jakarta, Aktual.com — Seharusnya publik jangan teralihkan energinya untuk membahas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR RI Setya Novanto terkait permintaan saham dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport.

Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef) Enny Sri Hartati yang menilai persoalan kasus antara Menteri ESDM Sudirman Said dengan Setya Novanto adalah persoalan hukum.

“SS dan SN itu persoalan personal yang harus dipersoalkan itu saharusnya pada kepentingan nasional, apakah nanti ada satu kepastian ketika Freeport habis 2021 memang ada perubahan paradigma, artinya ada perubahan bahwa kepentingan nasional kita ini sudah mulai terakomodasi dari sisi  diimplementasikannya regulasi pertambangan,” kata Enny dalam acara diskusi, di Kawasan Jakarta Pusat, Minggu (29/11).

“Seperti UU Minerba, tentang bagaimana Freeport mentaati UU di lingkungan hidup, dan konsisten menjalankan amanat di PP 77/2014 tentang divestasi dan profit sharing terhadap Indonesia, ini yang harus dijaga, perkara ada persoalan hukum soal SS dan SN adalah ranah hukum,” tambah dia.

Dikatakan dia, jangan sampai Indonesia justru hanya tetap mendapat 1 persen, sekalipun pada jamannya Menteri Perekonomian Chairul Tandjung sudah ada renegoisasi Indonesia mendapatkan 3,5 persen.

“Meski demikian sudah ada kesepakatan tetapkan ini tidak implementatif, kalau ini tidak di kawal 2021 justru hilang lagi, itu baru soal profit sharing,” tandas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Arbie Marwan