Jakarta, Aktual.co — Rencana pemerintah melalui Pertamina yang akan melakukan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga total 11 juta barel, lebih tinggi sekitar 30 persen dari kebutuhan biasanya layak dipertanyakan. Energy Watch Indonesia (EWI) menilai Kebijakan ini akan membebani keuangan APBN dan membebani rupiah untuk bisa kembali menguat. Pemerintah harus cermat mengambil langkah kebijakan terkait pengadaan BBM ini supaya tidak menjadi beban buat APBN.

“Pemerintah harus melihat indikator-indikator yang kemungkinan akan membuat harga minyak bulan depan akan turun secara drastis, over kuota produksi minyak Irak, berakhirnya perang Arab Yaman, adanya perbaikan hubungan Iran dengan Amerika. Selain itu, Amerika menyatakan belum siap menaikkan interest rate akan membuat harga minyak segera turun dari harga yang sekarang. Minyak mentah bulan depan diprediksi akan bertengger pada harga dibawah USD50/Barel,” ujar Direktur Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean di Jakarta, Sabtu (4/4).

Menurutnya, jika Pertamina impor minyak besar-besaran seperti saat ini, maka bulan depan impor ini akan menyebabkan kerugian kepada Pertamina. Jangan sampai kebijakan aneh-aneh dan tidak antisipatif dari Pemerintah terus menerus menjadikan Pertamina merugi.

“Direksi Pertamina sekarang mengecawakan, kinerjanya terus merosot dan tidak menunjukkan perbaikan, malah pada triwulan pertama, Pertamina merugi sangat besar,” jelasnya.

Dirinya mempertanyakan dasar analisa untuk apa Pertamina mengimpor minyak diatas kebutuhan normal hingga 30 persen sementara ekonomi sedang lesu, konsumsi juga menurun.

“Presiden Joko Widodo sudah seharusnya melakukan evaluasi kinerja Pertamina yang belum bisa menunjukkan perbaikan, bahkan terus merugi,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka