Jakarta, Aktual.com — Direktur Eksekutif Coral Triangle Initiative on Coral Reef, Fisheries and Food Security (CTI-CFF) Prof Widi Agus Pratikno mengatakan perubahan iklim juga menyebabkan kerusakan terumbu karang, selain penangkapan ikan yang tidak berbasis lingkungan.
“Karena perubahan iklim, muka air laut mengalami kenaikan. Bisa satu hingga dua centimeter dalam 20 tahun. Selain itu, air laut juga semakin asam,” kata Widi Agus Pratikno di Manado, Jumat (4/12).
Karena air laut semakin asam dan permukaan semakin meningkat, maka terumbu karang mengalami kerusakan dan warnanya semakin memudar.
Melihat situasi itu, Indonesia sebagai negara maritim yang memilki kekayaan terumbu karang, bersama lima negara lain menginisiasi berdirinya CTI-CFF di Manado. Salah satunya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelamatkan terumbu karang.
“Pada 2 hingga 3 Desember lalu, CTI-CFF baru saja mengadakan Senior Officials Meeting (SOM) ke-11 di gedung CTI Learning Center yang baru saja diresmikan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Susi Pudjiastuti,” tuturnya.
Negara-negara anggota CTI-CFF selain Indonesia adalah Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Kepulauan Solomon dan Timor Leste. Brunei Darussalam juga sedang mengajukan diri untuk bergabung.
CTI-CFF juga menjalin kemitraan dengan Amerika Serikat melalui USAID dan Australia melalui AUSAID dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya.
Negara-negara anggota CTI-CFF telah mengadopsi CTI Regional Plan of Action yang berlaki dari 2009 hingga 2019.
CTI-CFF merupakan rencana aksi strategis yang terbagi dalam beberapa kelompok kerja yang menangani pengelolaan bentang laut, pengelolaan perikanan berbasis ekosistem, kawasan koservasi perairan, adaptasi perubahan iklim dan pengelolaan spesies terancam punah.
Sejauh ini, Indonesia memegang peran aktif dalam keanggotannya dalam CTI-CFF sekaligus menempatkan kepemimpinan direktur eksekutif pertama untuk menjabat selama empat tahun.
Artikel ini ditulis oleh: