Semarang, Aktual.com — Pengusaha furniture maupun kayu lapis kecil merasa keberatan dengan kebijakan Menteri Perdagangan yang merevisi Permen Perdagangan tentang syarat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) sebagai syarat izin dalam ekspor. Sebab, realita di lapangan berbeda dengan implementasi tidak sesuai bagi industri kecil.

“Masa mau ngurusi kayu satu kubik/dua kubik harus punya sertifikat SVLK. Saya itu pernah bilang jangan mau nyopir truck teronton dengan becak punya SIM yang sama. Loh kalau tronton muatannya itu bahaya. Konsepnya itu bener untuk hutan lestari, tapi implementasinya berbeda,” ujar Ketua Asfindo Jateng, Eri Sasmito di Hotel Aston Semarang, Senin (7/11).

Mestinya, kata dia, kebijakan SVLK harusnya di bagi dua kategori industri. Bagi klasifikasi pengusaha industri kecil tidak wajib memiliki SVLK. Sebaliknya, bagi pengusaha primer wajib memiliki SVLK. Selain itu, secara manajerial harus mampu.

“Sertifikat SVLK sifatnya menjadi option bagi konsumen. Bila, konsumen menghendaki sertifikat SVLK dari produsen. Jadi, tidak semuanya industri kecil harus dibebankan punya SVLK. Tak hanya itu, sertifikat itu mahal dan belum tentu dipergunakan atau boleh tidak. Akhirnya sifatnya menjadi opsi dari permintaan buyer,” katanya.

Ia mengatakan tujuan SVLK merupakan perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Masyarakat Ekonomi Eropa. Dengan tujuan melindungi hutan lestari dan ilegal loging. Namun, pemerintah Indonesia terlalu luas sebagai syarat izin ekspor kayu.

“SVLK itu merupakan perjanjian G to G, yakni pemerintah Indonesia dengan MEE. Sebetulnya kepentingan SVLK ini adalah Lingkungan Hidup dan Menteri Kehutanan,” beber dia.

Ia menegaskan upaya pemerintah untuk mendorong ekspor kayu lapis dan furniture cukup dengan syarat SIUP dan TDP saja. Artinya, SVLK tidak menjadi persyaratan mutlatk ekspor bagi pengusaha kecil.

Menurut dia, bagi pengusaha besar harus wajib memiliki SVLK, sebab secara manajerial keuangan mampu. Secara klasifikasi mabel tiap bulan mengekspor mencapai 50-100 truk kontainer. Sedangkan, kelas menengah mampu mengekspor 20 truk kontainer. Industri kecil dalam satu bulan mengekspor 1 truk kontainer saja.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan