Jakarta, Aktual.com — Momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang digelar hari ini, tanggal 9 Desember 2015 menjadi catatan sejarah dalam sepanjang perjalanan pesta demokrasi di Indonesia.
Untuk pertama kalinya, Pilkada berlangsung serentak secara nasional yang diikuti kurang lebih 264 wilayah yang tersebar di wilayah provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.
Demikian disampaikan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (9/12).
“Meski pelaksanaan Pilkada kali ini merupakan tahap awal sebelum pelaksanaan Pilkada serentak sepenuhnya pada tahun 2027, Pilkada Serentak telah membuktikan bentuk kesadaran dan kedewasaan seluruh komponen bangsa dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara secara demokratis,” ucap Novanto.
Dikatakan politikus Golkar tersebut, masyarakat Indonesia telah menyadari sepenuhnya bahwa pelaksanaan Pilkada tidak sekedar diselenggarakan sebagai implementasi demokrasi prosedural. Namun lebih dari itu, masyarakat semakin memahami bahwa demokrasi juga membutuhkan efektivitas dan efesiensi dalam meraih tujuan dan cita-citanya.
“Karena itulah, saya mengapresiasi kesepakatan seluruh stakeholder yang berkepentingan dengan pencapaian cita-cita tersebut, yang salah satunya ditunjukkan dengan pelaksanaan Pilakada secara serentak,” tegas ia menambahkan.
“Pihak DPR RI maupun pemerintah telah menindaklanjuti aspirasi rakyat untuk menjadikan ajang pesta demokrasi Pilkada yang berlangsung efektif dan efesien, baik dari segi pembiayaan maupun dari segi energi sosial dan politik untuk menyatukannya dalam satu momentum,” tambahnya.
Oleh karena itu, Novanto berharap, ini adalah awal baik dari niat untuk memperbaiki sistem politik berbangsa dan bernegara. Pilkada adalah salah satu wadah pengejawantahan kedaulatan rakyat untuk menentukan pemimpin-pemimpin masa depan.
“Saya juga berharap kepada seluruh kontestan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Demokrasi telah menyediakan ruang bagi yang menang maupun yang kalah. Karena itu, kemenangan dan kekalahan adalah keniscayaan yang harus diterima sebagai konsekuensi dari kontestasi,” tandas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang