Dewie keluar dari gedung KPK pukul 02.40 setelah diperiksa lebih dari 24 jam. Ia dikawal ketat petugas KPK untuk masuk mobil tahanan. Dewie dan tiga tersangka lainnya ditahan di rumah tahanan KPK, sedangkan salah satu tersangka bernama Bambang ditahan di rumah tahanan KPK cabang Guntur.

Jakarta, Aktual.com — Manajer Senior Niaga dan Pelayanan Pelanggan PT PLN divisi regional Maluku-Papua, Abdul Farid dijadwalkan menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (10/12).

Kesaksian Abdul akan dikorek sehubungan dengan kasus dugaan suap terkait penganggaran proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di kabupaten Deiyai, Papua.

“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DYL (Dewie Yasin Limpo),” jelas Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi.

Dalam kasusnya Dewie, selaku anggota Komisi VII DPR RI dari fraksi Hanura diduga menerima suap untuk ‘menggolkan’ proyek pembangunan PLTMH di Deiyai. Proyek tersebut nantinya akan dimasukkan ke dalam salah satu kegiatan di Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) pada 2016.

Demi memasukkan proyek tersebut, Dewie bekerjasama dengan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi di Deiyain Irenius serta Direktur PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi. Namun sayangnya, kerjasama itu dilakukan secara ilegal.

Setiadi memberikan sejumlah uang kepada Dewie untuk memperjuangkan proyek tersebut di Komisi VII. Jumlah uang yang diberikan kepada Dewie adalah sebesar 177.000 dollar Singapura.

Untuk menelusuri kasus suap ini, KPK telah memeriksa Menteri ESDM, Sudirman Said. Dia diperiksa lantaran dianggap mengetahui ihwal penganggaran proyek PLTMH itu.

Menteri ESDM sendiri mengakui jika proposal proyek tersebut telah dia terima. Namun, lantaran tidak memenuhi persyaratan, Sudirman mengklaim jika proprosal proyek tersebut telah dia tolak.

Atas dugaan suap itu, Dewie dijerat dengan Pasal 12 huruf atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu