Jakarta, Aktual.com — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaim reformasi kebijakan fiskal yang dilakukan Pemerintah konsisten mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun kebijakan tersebut tidak mengabaikan aspek pemerataan kesejahteraan masyarakat.
“Postur fiskal dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sudah akomodatif untuk program pro pertumbuhan dan pemerataan,” ujar Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara, di Nusa Dua, Bali, Kamis (10/12).
Suahasil mengakui penurunan tingkat ketimpangan sebagai efek dari program-program pemerataan, baru bisa terasa dalam jangka menengah atau jangka panjang.
“Konsistensi di sisi fiskal jadi hal penting untuk merealisasikan program-program yang mendorong penurunan ketidaksetaraan” ujarnya.
Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, lanjutnya, alokasi anggaran negara telah diprioritaskan untuk belanja produktif dari tahun-tahun anggaran sebelumnya, ketika saat itu anggaran tidak efisien karena digunakan untuk belanja konsumtif seperti subsidi yang tidak tepat sasaran.
Belanja produktif diprioritaskan untuk belanja pembangunan infrastruktur agar mendukung kegiatan perekonomian dari seluruh lapisan masyarakat. Dalam postur APBN 2016, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk infrastruktur sebesar Rp313,4 triliun.
Sedangkan, untuk mendorong pemerataan, menurut Suahasil, pemerintah memprioritaskan peningkatan alokasi anggaran untuk sektor pendidikan, layanan kesehatan, dan subsidi energi yang tepat sasaran. Sektor lainnya yang dibidik untuk menopang pemerataan adalah infrastruktur, khususnya infrastruktur dasar di daerah luar Pulau Jawa.
Dalam lima tahun terakhir, anggaran pendidikan telah naik 28,3 persen, infrastruktur 103,4 persen, kesehatan 76,6 persen. Adapun subsidi energi menurun 57,6 persen karena dihapuskannya subsidi pada premium untuk dialihkan ke sektor produktif.
Untuk mendukung pemerataan, pertumbuhan ekonomi juga harus mengedepankan peningkatan produktivitas masyarakat. Tujuannya, agar ‘kue’ ekonomi yang dihasilkan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Maka dari itu, lanjut Suahasil, pertumbuhan yang dituju pemerintah akan mengarahkan kepada pembukaan lapangan kerja. Beberapa cara untuk mencapai hal itu dari sisi fiskal adalah peningkatan anggaran untuk riset dan pembangunan agar terciptanya peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Indikator pemerataan salah satunya adalah rasio gini atau tingkat ketimpangan. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini di bawah 5,0 persen, pemerintah masih optimistis mampu menekan rasio gini menjadi 0,40 dari 0,413.
Data yang diungkapkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional sebelumnya, hingga awal Desember 2015 rasio gini sudah turun ke 0,408.
Adapun pada 2016 pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen dan rasio gini turun ke 0,39. Target kesejahteraan lainnya adalah tingkat kemiskinan turun ke 9-10 persen, tingkat pengangguran ke 5,2-5,5 persen dan Indeks Pembangunan Manusia ke 70,10.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka