Surabaya, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan, kepemilikan lokal masih kalah dengan asing dari total jumlah investor yang ada, sehingga pihaknya terus mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan “go publik” atau melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

“Dorongan OJK kepada BUMN untuk mengoptimalisasi penawaran umum di pasar modal terus disosialisasikan,” kata Deputi Komisioner OJK, Irwan Lubis dalam Pertemuan Tahunan BI 2015: Arah Kebijakan dan Outlook Perekonomian 2016 di Hotel JW Marriott Surabaya, Jawa Timur, ditulis Jumat (11/12).

Ia mengatakan, nilai kapitalis saham-saham BUMN sampai saat ini sebesar Rp423,3 triliun atau naik tiga kali lipat jika dibandingkan pada awal emisi, sehingga pihaknya optimis jika BUMN bisa go publik.

“Strategi peningkatan BUMN di pasar modal akan bisa bangkit dan terus berkembang, namun harus secara bersama-sama dari pelaku industri BUMN untuk bahu membahu mengembangkan pasar modal kita,” paparnya.

Selain itu, ia mengakui masih harus melakukan berbagai upaya untuk menghadapi beberapa tantangan yang berasal dari pemulihan ekonomi di beberapa negara maju yang masih berjalan lambat, khususnya pemulihan perekonomian Tiongkok.

“Yang perlu diperhatikan adalah mengenai pemulihan ekonomi Tiongkok yang hingga saat ini, masih dibayangi oleh ketidakpastian serta kenaikan Fed fund rate yang hingga saat ini juga masih dipenuhi dengan ketidakpastian,” paparnya.

Selain itu, tambahnya, permasalahan lainnya yang masih berlanjut adalah pelemahan kinerja keuangan korporasi nasional di semester kedua 2015 ini akibat dampak pelambatan perekonomian global dan domestik.

“Di tengah berbagai tantangan yang telah dan masih akan dihadapi di tahun 2016 nanti, kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak lebih baik dibandingkan tahun 2015,” terangnya.

Sementara itu, pengamat perekonomian dari Universitas Gajah Mada (UGM), Tony Prasetiantono mengatakan Kebijakan deregulasi atau relaksasi regulasi pemerintah dinilai membuahkan hasil yang manis.

“Deregulasi di sektor riil ternyata membuahkan kisah manis, terlihat Indonesia bisa menghilangkan ketergantungan ekspor dari minyak yang mengalami kelebihan pasokan (glut atau oversupply) dan mampu mengubahnya menjadi ekspor nonmigas,” jelasnya.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, Indonesia juga beruntung memiliki dua produk unggulan pengganti migas, yakni tekstil dan kayu olahan (plywood) serta Booming tekstil ditandai dengan meningkatnya kuota ekspor garmen ke Amerika Serikat.

Artikel ini ditulis oleh: