Jakarta, Aktual.com — Protection of Forest and Fauna (ProFauna) mengemukakan selama Januari hingga Oktober 2015, ada 370 kasus perburuan satwa dilindungi di kawasan konservasi dan hutan lindung di Jawa Timur.

Sejumlah taman konservasi yang menjadi “surga” bagi perburuan liar terhadap satwa dilindungi itu adalah di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Tahura M Suryo, Cagar Alam Sempu, kawasan Malang Selatan, Suaka Margasatwa Dataran Tinggi Hyang dan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru (TNBTS).

Direktur Profauna Indonesia Rosek Nursahid, di Malang, Jumat (11/12), mengatakan perburuan satwa liar paling banyak terjadi di Tahura M Suryo dan TNMB.

“Satwa yang diburu adalah kelompok burung, lutung, musang, monyet, babi hutan, dan kucing hutan,” kata Rosek.

Barang bukti atas kasus terjadinya perburuan satwa liar secara ilegal tersebut telah diserahkan ke TNBTS di Malang. Barang bukti itu berupa jaring burung berukuran panjang 10 meter dan lebar 4 meter yang ditemukan di kawasan Bantengan, perbatasan antara Malang-Lumajang.

Jaring itu dipakai untuk menjerat burung oleh warga yang diduga berasal dari Kabupaten Lumajang.

Selain itu, ProFauna juga menyerahkan foto-foto aktivitas perburuan liar tersebut.

“Dalam sehari mulai jam 2 siang hingg 4 sore mereka mendapatkan 10 ekor burung berbagai jenis. Kalau sepekan dua kali saja, dalam sebulan mereka bisa dapat ratusan ekor. Karena menjaring di kawasan konservasi, tentu burung di area itu dilindungi, apalagi kawasan TNBTS juga menjadi area Elang Jawa,” kata Rosek.

Burung yang habitatnya di dalam hutan tersebut menandakan kawasan konservasi masih bagus. Namun jika habitat mereka diburu dan jumlahnya berkurang, maka ekosistem akan terganggu dan terdegradasi.

“Ketika ekosistem terganggu, jangan salahkan ketika macan turun gunung untuk meminta makan kepada warga. Itu terjadi karena ekosistem terganggu, sehingga rantai makanan satwa terganggu,” tegasnya.

Ia mengatakan pemburu lebih banyak berburu burung, monyet, lutung, kucing hutan, musang dan babi hutan karena nilai ekonomisnya tingggi. Hewan-hewan itu mudah dijual, dan pangsa pasarnya juga ada.

Rosek mencontohkan perdagangan satwa secara “online”. Penjualan satwa liar secara online didominasi oleh lutung, elang, kucing hutan, dan burung hantu. Sebab, ada pencintanya sehingga penjualan lebih mudah dan ProFauna akan terus melakukan pemantauan terhadap perdagangan satwa liar secara online tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby