Nusa Dua, Aktual.com – Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi internasional yang diadakan oleh Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Palestina (CEIRPP) di Jakarta, 14-15 Desember 2015 untuk membahas masalah Jerusalem.
“Dalam konferensi tersebut akan dibahas mengenai status dan bagaimana kerja sama kita tentang Jerusalem dalam konteks penyelesaian masalah Palestina,” ujar Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Hasan Kleib di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (11/12).
Menurut dia, Jerusalem merupakan masalah paling rumit, sensitif, dan paling sulit diselesaikan, karena sama-sama diakui sebagai ibu kota Palestina dan Israel.
Selain itu, Jerusalem adalah Tanah Suci bagi umat tiga agama yakni Kristen, Islam, dan Yahudi sehingga sering terjadi perselisihan yang mengatasnamakan agama.
“Sambil menunggu status penyelesaian Jerusalem, sekarang yang perlu dipikirkan adalah proses hidup berdampingan antarumat beragama itu dulu,” tutur Hasan.
Yang juga disoroti dalam pertemuan yang akan dihadiri 25 negara anggota CEIRPP dan 24 negara pengamat tersebut adalah pemukiman ilegal di Jerusalem yang nantinya akan mengubah demografi penduduk dan memperkecil luas negara Palestina.
Melalui pertemuan berjudul “International Conference on the Question of Jerusalem” itu, Indonesia ingin memunculkan kembali isu Palestina yang telah tersingkir dengan isu lain seperti politik dan keamanan di Suriah, Yaman, serta ancaman kelompok bersenjata IS.
Indonesia juga menyampaikan pada Palestina supaya terus meningkatkan upaya-upaya rekonsiliasi dalam negeri.
“Sekarang kan kelihatan sekali antara Gaza dan Tepi Barat itu belum terekonsiliasi, padahal untuk menjadi sebuah negara yang merdeka harus ada rekonsiliasi,” tutur Hasan.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memandang pelaksanaan konferensi tersebut menunjukkan komitmen kuat Indonesia untuk mendukung Palestina.
Selain mengupayakan pembicaraan dengan negara-negara lain yang belum mengakui kemerdekaan Palestina, Indonesia juga menawarkan kerja sama dalam bentuk “capacity building” sehingga warga Palestina dapat segera menjalankan kegiatan sebagai sebuah negara yang sepenuhnya merdeka, aman, dan berdaulat.
Artikel ini ditulis oleh: