Jakarta, Aktual.com – Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI klaim akomodir aspirasi masyarakat nelayan dan pemerhati lingkungan sebelum ketok Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Ranperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura DKI.

Kedua raperda itu kelak akan menjadi payung hukum mega proyek reklamasi di Teluk Jakarta. “Ya kita bakal pehatikan dan akomodir, seperti tadi ada keluhan dari perwakilan nelayan dari masyarakat pesisir kita serap,” kata Wakil Ketua Balegda Merry Hotma kepada Aktual.com, usai seminar penyerapan aspirasi masyarakat di Gedung DPRD, Jakarta, akhir pekan lalu.

Politisi PDI-P ini mengatakan kinerja pansus telah selesai dengan adanya beberapa rekomendasi dari masyarakat untuk diperhatikan Balegda sebelum mengesahkan kedua raperda. Anehnya, dia sendiri lupa saat ditanya apa saja rekomendasi untuk Balegda. “Ada beberapa rekomendasi untuk Balegda, aduh saya lupa apa aja,” ucap dia. (Baca: Muluskan Raperda Pantura dan Zonasi, Balegda Undang Pakar)

Dia hanya mengatakan akan berhati-hati sebelum mengesahkan kedua raperda yang jadi sorotan lantaran dianggap sebagai ‘karpet merah’ proyek reklamasi. “Kita akan sangat berhati-hati sekali, minggu besok sudah dibahas, sudah masuk jadwal bamus, rencananya akhir tahun ini disahkan” kata dia.

Bagaimana Nasib Nelayan di Kedua Raperda?

Perwakilan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) DKI yang ikut hadir dalam pertemuan itu dibuat heran. Sebab raperda yang jelas-jelas memuluskan mega proyek reklamasi itu, menyebutkan kawasan pemanfaatan umum yang mengacu pada zona tangkapan perikanan hanya memuat perikanan tangkap kapal kapasitas besar seluas 195,988.66 (ha) dan zona kawasan tangkap ikan sedang seluas 99,616.66 (ha) saja.

“Lantas bagaimana dengan tangkapan nelayan tradisional tidak ada rencana alokasinya,” kata perwakilan KNTI, Martin Hadiwinata.

Menurut dia, perancang naskah akademik raperda belum melihat realita di lapangan. Dan sama sekali belum memperhatikan nelayan tradisional yang merupakan bagian dari ketahanan pangan nasional.

“Padahal Undang-Undang Perikanan juga mengakui itu. Masyarakat pesisir Teluk Jakarta saat ini hanya berpedoman kepada penangkapan skala kecil,” ungkapnya.

Wilayah pesisir, ujar dia, bukanlah wilayah yang disiapkan untuk privatisasi atau untuk dikuasai oleh perusahaan properti. Sebab wilayah pesisir terbuka untuk umum.

“Bagaimana ketahanan pangan bagian penyelesaian kemiskinan, saya tidak melihat wilayah tangkap nelayan skala kecil, belum lagi permasalahan lingkungan hidup melalui pengerukan,” sambungnya.

KNTI yang saat ini sedang menggugat izin reklamasi Pulau G yang dikeluarkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama ini pun meminta Balegda benar-benar memperhatikan keluhan masyarakat pesisir dan nelayan tradisional sebelum ketok kedua raperda.

Artikel ini ditulis oleh: