Presiden Joko Widodo (kanan) mendengarkan laporan dari Menko Perekonomian Darmin Nasution (kiri) sebelum memimpin Rapat Kabinet Terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (27/11). Rapat tersebut membahas soal dana bantuan sosial. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan perbaikan dan pembenahan sistem administrasi perpajakan di Indonesia perlu dilakukan sebelum pemberlakuan aturan mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty.

Amnesty ini, harus ditunggu regulasinya seperti apa. Kalau tanya saya, pembenahan sistem adminsitrasi ini harus dimulai dulu sebelum memberlakukan pengampunan pajak,” kata Darmin di Tangerang, Banten, Jumat (18/12).

Menurut Darmin, yang paling bermasalah dalam perpajakan Indonesia adalah pemeriksaan karena transaksi gelap yang dilakukan oleh petugas pemeriksa tidak akan diketahui jika tidak tertangkap basah.

“Tidak ada yang tahu, bahkan dirjen pajak juga tidak mengetahui apa yang dikerjakan orang-orang itu di luar, tidak tau. Beda jika uang tersebut sudah masuk, baru itu bisa dimonitor,” katanya.

Darmin mengatakan seharusnya pemeriksaan tersebut dibuat sistem agar bisa selesai dalam jangka waktu maksimal satu tahun dengan mekanisme tertentu sehingga bisa memantau pergerakan petugas pemeriksa tersebut.

“Misal diatur pemeriksaan harus selesai dalam satu tahun lalu ada mekanisme agar bisa memantau pergerakan petugas pemeriksa pajak itu, dengan sistem elektronik yang mewajibkan pelaporan pemeriksaan wajib pajak dengan sistem data yang tidak bisa diubah oleh siapapun selain direktur jenderal pajaknya,” ujar dia.

Darmin menegaskan dirinya tidak antitax amnesty, akan tetapi tetap minta Direktorat Jenderal Pajak untuk mulai mengumpulkan data-data mengenai wajib pajak terutama data mengenai orang pribadi, karena hingga saat ini nilainya tidak sampai 10 persen.

Selain itu, yang tidak jelas dalam perpajakan Indonesia adalah pajak atas dividen (laba yang dimiliki pemegang saham) di mana hanya pemilik saham dari perusahaan yang sudah go publik yang termasuk wajib pajak.

Akan tetapi, tambah dia, masih banyak perusahaan yang tidak go public, pemegang saham juga tidak ada yang mengaku devide, namun mereka tetap mengambil keuntungan financial darinya.

“Kalau perusahaan dia ada 100, banyak konglomerat yang beratus-ratus perusahaan dan tidak bayar dia. Mau tidak mau harus kerjakan lagi, kumpulkan data lagi. Kalau itu dilakukan tax amnesty, hasilnya pasti lebih bagus dan ada efek patuh nantinya dari wajib pajak,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan