Djibouti, Aktual.com – Kelompok oposisi Djibouti mengatakan bahwa setidak-tidaknya 19 orang tewas dalam bentrokan dengan polisi, saat masyarakat mengadakan perayaan keagamaan, sementara pemerintah mengatakan hanya sembilan orang terluka saat polisi melawan pelaku bersenjata.

Dikutip dari Reuters, Selasa (22/12), pernyataan berlawanan tersebut membuat sulit menentukan penyebab atau jumlah korban dari bentrokan pada Senin (21/12) pagi di negara kecil Tanduk Afrika tersebut. Belum memungkinkan mendapatkan laporan dari saksi mandiri.

Djibouti, tempat pelabuhan kawasan dan markas Amerika Serikat serta Prancis, menghadapi kekerasan sesekali sebelumnya, yang biasa dipicu unjuk rasa menentang pemerintahan Presiden Ismail Omar Guelleh, yang partainya memegang kuat kekuasaan.

Kadar Abdi Ibrahim, juru bicara gabungan oposisi Union pour le Salut National, kepada media menyatakan polisi menyerang masyarakat pertama kali saat masyarakat melakukan perayaan keagamaan, yang dia sebut dilarang. Dia mengatakan polisi kemudian menyerang rumah tempat lawan mengadakan pertemuan.

Dia mengatakan setidaknya 19 orang tewas dan sejumlah orang lainnya terluka pada kekerasan di negara yang berpenduduk sekitar 876.000 orang dan sebagian besar merupakan Muslim itu.

Pernyataan dari Menteri Dalam Negeri, Hassan Omar Mohamed yang dikeluarkan di situs resmi kepresidenan mengatakan sejumlah orang bersenjata melancarkan serangan kepada pasukan keamanan di wilayah Buldhoqo. Dia mengatakan sembilan orang terluka termasuk seorang aparat kepolisian. Dia tidak mengidentifikasi korban luka lainnya.

Menteri itu mengatakan kekerasan tersebut diarahkan kepada pasukan keamanan untuk mentidakstabilkan negara dan menyebarkan pemisahan. Dia mengatakan orang-orang yang beraksi dari luar negeri memicu kekerasan namun menambahkan bahwa situasinya berada di bawah kendali sekarang.

Pada pemilihan anggota parlemen pada 2013, pengunjuk rasa bentrok dengan polisi dan mengatakan hasilnya diwarnai kecurangan, sebuah pernyataan yang disangkal oleh pemerintah.

Pada 2011, demonstran anti pemerintah yang didukung oleh revolusi yang kemudian menguasai Afrika Utara, menuntut Guelleh untuk turun dari jabatannya. Pihak berwenang menindak keras pihak oposisi tersebut.

Presiden saat ini sudah menduduki jabatannya sejak 1999 dan pemilihan umum presidensial berikutnya dijadwalkan akan diadakan pada April 2016.

Djibouti menjadi tuan rumah pangkalan militer satu-satunya Amerika Serikat di Afrika, begitu pula dengan pangkalan milik Prancis. Pelabuhan bekas jajahan Prancis itu telah digunakan oleh angkatan laut yang memantau jalur perkapalan Teluk Aden yang menjadi salah satu jalur tersibuk di dunia.

Pejabat Tiongkok mengatakan pada November bahwa Tiongkok berbicara dengan pemerintah Djibouti untuk membangun fasilitas logistik untuk mendukung misi penjagaan perdamaian dan anti pembajakan Tiongkok. Presiden Djibouti awalnya telah mengatakan bahwa Tiongkok merundingkan pangkalan militer.

Artikel ini ditulis oleh: