Jakarta, Aktual.com — Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA) dituntut hukuman penjara selama 11 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. SDA diyakini telah terbukti melakukan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Kemenag tahun anggaran 2010-2011 dan 2012-2013.
Selain hukuman badan, Jaksa KPK juga menuntut SDA untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta subsidair enam bulan kurungan.
“Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman 11 tahun dan denda Rp 750 juta kepada terdakwa Suryadhrma Ali,” kata Jaksa KPK, Muhammad Wiraksanjaya saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/12).
Tak tanggung-tanggung, penuntut umum dari lembaga antirasuah juga menuntut agar SDA membayar uang ganti rugi sejumlah Rp 2,325 miliar, serta menjatuhkan pidana tambahan yakni pencabutan hak politik.
“Pidana tambahan dicabut hakya untuk jabatan publik selama lima tahun setelah terdakwa menyekesaikan hukumnnya,” terang Jaksa.
Sebelumnya, SDA didakwa menyalahgunakan wewenang selaku Menteri Agama dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013. Perbuatan itu dinilai telah memperkaya diri sendiri, orang lain dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 27.283.090.068 dan 17.967.405 riyal Saudi.
“Secara melawan hukum, menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi petugas panitia penyelenggara ibadah haji Arab Saudi, tidak sesuai ketentuan dan memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan,” ujar Jaksa Penuntut Umum KPK Supardi saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (31/8).
Perbuatan SDA itu telah memperkaya diri sendiri dan orang lain, diantaranya memberangkatkan 1.771 anggota jemaah haji yang tidak sesuai urutan, 180 petugas panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH), tujuh pendamping amirul hajj yang dia tunjuk tak sesuai dengan ketentuan, dan sejumlah korporasi penyedia akomodasi di Arab Saudi.
Jaksa menyebutkan, SDA pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 memerintahkan Slamet Riyanto selaku Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah saat itu, untuk menerbitkan surat putusan tentang petunjuk teknis penyiapan dan pedoman rekrutmen petugas haji Indonesia.
Surat tersebut mengatur persyaratan bahwa PPIH Arab Saudi harus dari pegawai negeri sipil Kemenag atau instansi terkait dan diusulkan oleh pimpinan instansi terkait, serta melalui mekanisme tes dan pembekalan.
Slamet saat itu menerima permintaan anggota Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI agar mengakomodasi orang-orang tertentu supaya bisa naik haji gratis serta menjadi petugas PPIH Arab Saudi, yang kemudian disetujui oleh mantan Ketua Umum PPP itu.
Bahkan, SDA menunjuk beberapa orang menjadi petugas PPIH Arab Saudi. Padahal, orang-orang yang direkomendasikan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pedoman rekrutmen dan menjalani tes sesuai mekanisme semestinya.
Ahmad Kartono selaku pejabat pembuat komitmen setelah adanya surat keputusan pembentukan PPIH Arab Saudi kemudian membayarkan biaya operasional berupa uang harian dan transpor dari anggaran pendapatan dan belanja negara kepada 155 petugas PPIH yang ditunjuk SDA berdasarkan rekomendasi anggota DPR RI sebesar Rp 12.778.470.000.
Dia juga memasukkan orang-orang dekat, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, dan sopir agar dapat menunaikan haji secara gratis.
SDA juga membentuk rombongan amirul hajj. Padahal mereka tidak terdapat dalam komposisi alokasi anggaran. Tujuh amirul hajj itu diberikan uang dengan total Rp 355.273.384 yang bersumber dari biaya penyelenggaraan ibadah haji.
Atas perbuatan itu SDA disangkakan melakukan korupsi yang diatur dalam Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 , sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasa tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1, juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby