Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II RJ Lino (ketiga kanan) mengikuti rapat bersama dengan Pansus Pelindo II di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/12). RJ Lino dipanggil untuk memberikan keterangan mengenai dugaan pelanggaran yang terjadi di Pelindo II terkait perpanjangan konsesi Jakarta Internasional Container Terminal (JICT). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz/15.

Jakarta, Aktual.com — Sekjen Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu, Tri Sasono, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka pengadaan quay container crane (QCC), RJ Lino. Penahanan Lino ini sangat penting agar yang bersangkutan tidak melakukan upaya penghilangan barang bukti korupsi yang dilakukan.

FSP BUMN juga menyayangkan beberapa anggotanya yang mendukung RJ Lino. Langkah yang disebutnya menyalahi semangat dan tujuan dari serikat pekerja, yakni membela pekerja dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Apa yang disangkakan kepada Lino oleh KPK, menurut Tri bukanlah upaya kriminalisasi sebagaimana dituduhkan beberapa anggota FSP BUMN. Nyatanya, mayoritas rekan-rekannya di FSP BUMN Bersatu, khususnya di Pelindo II dan cabang-cabangnya mendukung penegakan hukum yang dilakukan KPK.

“Sebaiknya mereka mengundurkan diri dari Pelindo II apabila nanti RJ Lino dinyatakan bersalah di pengadilan. Sebab mereka sudah mendukung pengelolaan BUMN yang korup dan secara etika dan moral sudah tidak pantas bekerja di Pelindo II,” tegasnya kepada wartawan, Rabu (23/12).

“Kami mendesak Kejaksaan Agung dan KPK untuk bisa menyelidiki dugaan pengelapan saham dan korupsi kontrak perpanjangan konsensi pengoperasian JICT kepada pihak Hutchinson Port Holding oleh Pelindo II yang merugikan negara Rp 30 triliun,” tambah Tri.

Ditambahkan dia, Kejaksaan Agung dan KPK diminta memeriksa committee oversight privatisasi JICT yang dipimpin Ery Riyana Harjapamengkas. Pasalnya Ery telah memberikan pendapat bahwa privatisasi JICT sudah tepat dan benar dan patut diduga ada aliran dana pada comitee oversight untuk melegalkan Privatisasi JICT.

“Sementara OJK didesak untuk mencabut izin Deutch Bank AG di Indonesia karena telah melakukan fraud dengan data-data yang meyesatkan sebagai penilai yang ditunjuknya HPH untuk menilai valuasi price book value JICT dan TPK Koja menjadi under value yang merugikan negara Indonesia,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh: