Jakarta, Aktual.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sepanjang tahun 2015. Catatan tersebut terkait situasi pemajuan, penghormatan, dan perlindungan hak asasi manusia oleh Pemerintah Indonesia, termasuk advokasi hukum yang dilakukan KontraS.
Koordonator KontraS Haris Azhar mengatakan, di bawah pemerintahan Joko Widodo situasi hak asasi manusia sepanjang 2015 tidak menunjukan perubahan yang signifikan.
“Pemerintahan Joko Widodo masih meneruskan potret pemerintah sebelumnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama sepuluh tahun, yaitu tidak berpihak pada isu hak asasi manusia,” ucap Azhar di sela konferensi pers di kantor KontraS, Senen, Jakarta Pusat siang ini (26/12).
Azhar menambahkan, jika sepanjang tahun 2015 KontraS telah menerima 62 pengaduan publik atas kasus-kasus pelanggaran hak-hak sipil dan politik. Seperti hak atas hidup, jaminan kebebasan beragama, pembunuhan tanpa proses hukum, penangkapan sewenang-wenang.
Untuk situasi penerapan hukum syariah islam melalui Qanun Jianyat yang diterapkan di Aceh selama tahun 2015 KontraS mencatat ada 25 kali eksekusi hukum cambuk kepada 183 terpidana yang enam diantaranya adalah perempuan.
Lebih lanjut, Azhar menjelaskan soal intoleransi beragama bahwa ada sedikitnya 96 kasus yang terjadi dimana Jakarta menjadi wilayah yang paling sering membangun sentimen anti toleransi beragama sebanyak 18 peristiwa.
Dalam soal hak ekonomi dan sosial, Azhar menyebutkan ada 34 pengaduan publik yang dilaporkan ke KontraS.
“KontraS menerima 34 pengaduan publik, mulai dari pemenuhan hak-hak buruh itu termasuk untuk berkumpul dan berekspresi, pendampingan konflik tanah dari petani dengan negara atau korporasi, penyerobotan rumah dinas, hak kesehatan pada para tahanan politik (tapol), perbudakan modern, pembakaran hutan dan masih ada lagi yang lain,” imbuhnya.
Dari semua hal tersebut, Haris Azhar melihat jika kasus-kasus pelanggaran ham akan semakin memburuk pada tahun 2016 mendatang.
“Tidak menutup kemungkinan jika kasus pelanggaran ham akan menjadi lebih buruk. Itu dilihat dari kebijakan-kebijakan yang sekarang itu terlihat kalau negara belum bertanggung jawab atas kasus-kasus pelanggaran ham,” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh: