Jakarta, Aktual.com — Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar meminta sidang putusan gugatan perdata yang dilayangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke perusahaan perkebunan PT Bumi Mekar Hijau yang diduga membakar lahan harus jadi perhatian publik, lantaran banyak fakta yang sudah tidak dapat dipungkiri.

“Kami katakan menarik bagi publik karena selain PT BHM adalah bagian dari konglomerat terbesar di Indonesia (diduga grup Sinar Mas), dan ini juga bisa menguji seperti apa perbedaan atau malah persamaan persepsi antara pemerintah (eksekutif) dengan yudikatif terhadap kepentingan rakyat, bangsa dan negara yang terdampak asap,” kata Junisab kepada wartawan, Sabtu (26/12) malam.

Majelis hakim yang dikomandoi Parlas Nababan dan Kartidjo bersama Eli Warti sebagai anggota itu, ujar dia, akan membentuk pemahaman publik tentang siapa sesungguhnya yang pro kepada rakyat, atau malah yang pro kepada kapitalisme jahat.

“Sebab, gugatan itu dari sisi kinerja hendak menunjukkan niat Pemerintah melindungi rakyat dan harga diri bangsa. Itu implementasi gugatan perdata yang sedang marak dilakukan KLHK terhadap pembakar lahan dan hutan yang mengandalkan pasukannya yang baru dibentuk yaitu Direktorat Penegakan Hukum (Direktorat Gakum),” ujar dia.

Dalam hal ini, sambung Junisab, KLHK terlihat sudah siap menyambut ‘penjahat-penjahat’ pembakar hutan tersebut.

“Upaya Direktorat yang menggugat tergugat harus melakukan pembayaran nyaris diangka Rp 8 triliun kepada Pemerintah adalah langkah yang tepat,” ujar dia.

“Namun, hukum memerlukan angka yang jelas dalam penggugatan. Kita amati saja bagaimana angka itu dimata majelis hakim.”

Dalam gugatan KLHK itu, perusahaan yang diberi izin untuk mengelola Hutan Tanaman Industri (HTI) bahan baku pabrik kertas di Ogan Komering Ilir (OKI) di Sumatera Selatan itu digugat harus membayar kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 2,69 triliun dan biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp 5,29 triliun.

Nah, ironisnya kasus kebakaran PT BMH yang baru terjadi setahun lalu yakni 2014, dilokasi yang sama pun kemudian terjadi kembali 2015. Sehingga menimbulkan bencana kabut asap di Sumatera Selatan, Jambi dan Riau yang telah menyengsarakan begitu banyak rakyat Indonesia.

KLHK melayangkan gugatan perdata sebesar Rp 7,8 triliun ke perusahaan pemasok Asia Pulp & Paper, PT BMH anak perusahaan Grup Sinar Mas itu di Pengadilan Negeri Palembang mulai disidangkan sejak Agustus 2015.

Dalam persidangan itu, sempat mengadirkan ahli hukum lingkungan hidup Atja Sondjaja yang juga mantan Hakim Agung itu menyebutkan bahwa dalam kasus hukum lingkungan harus hati-hati dalam menetapkan kondisi force majeure, karena harus juga mempertimbangkan unsur kesengajaan dan kelalaian.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu