Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan mengatakan kebijakan pemerintah terhadap penetapan harga baru BBM yang disertai dengan pungutan dana ketahanan energi mengundang kecurigaan publik.
“Di hari-hari terakhir ini, kebijakan tersebut menuai reaksi dan protes. Hal itu muncul karena penetapan harga pemerintah sering tidak konsisten, tidak relevan, dan seperti ada yang ditutup-tutupi,” kata Heri dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (27/12).
Bahkan, disaat harga minyak mentah terus turun hingga menyentuh USD37 per barel, harga BBM nasional masih tetap mahal. Mestinya, sambung dia, dengan situasi seperti itu harga BBM bisa di bawah Rp5.000 per liter.
“Dengan kebijakan harga seperti sekarang, maka tidak salah jika muncul dugaan bahwa pemerintah cenderung melepas kebijakan energi kepada mekanisme pasar yang bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 33,” sebutnya.
Oleh karena itu, masih kata dia, pemerintah seharusnya menjelaskan sedetail mungkin ke publik mengenai rumusan penetapan harga BBM yang selama ini dipakai sebelum menetapkan harga baru.
Penjelasan itu harus mampu menjawab pertanyaan, mengapa harga jual premium (RON 88) milik Pertamina bisa lebih tinggi dari harga RON 97 milik Malaysia yang kualitasnya jauh lebih baik?
“Pemerintah harus jujur ke publik kalau memang harga BBM yang lebih tinggi itu disebabkan oleh inefisiensi yang terjadi di Pertamina. Benarkah inefisiensi di Pertamina terjadi karena minimnya fasilitas kilang dan penyulingan sehingga Pertamina mesti impor BBM ataukah ditambah dengan kepentingan lain dari segelintir kelompok yang turut mengorbankan rakyat? Jangan ditutup-tutupi!” tandasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang