Jakarta, Aktual.com — Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaeah Mengatakan, kebijakan Menteri ESDM, Sudirman Said melakukan pungutan dana untuk ketahanan energi pada penurunan harga BBM sangat kontroversial, lantaran tidak didasari oleh dasar hukum yang jelas.
“Pungutan dana ketahanan energi memang menjadi kontroversi di masyarakat karena tidak didasari oleh dasar hukum yang jelas, mekanisme yang tidak jelas dan peruntukan dana yang tidak jelas juga,” ujar Ferdinand Hutahean dalam pesan singkat kepada Aktual, di Jakarta, Senin (28/12).
Menurutnya, substansi dari pungutan itu bertujuan baik dalam upaya serius untuk membangun dan membangkitkan energi baru terbarukan, namun lanjutnya, harus dilakukan dengan cara yang tepat dan benar.
“Semua ini harus jelas mekanismenya dan dasar hukumnya. Mestinya namanya pungutan harus diatur oleh Undang-undang,” tegasnya.
Maka dirinyha meminta pemerintah mengklarifikasi ke publik tentang dana ini, apakah dana ini merupakan pungutan atau menjadi bagian extra margin pertamina. Jika kebijakan itu berupa pungutan, maka harus ada UU nya dan harus segera dibahas didalam UU APBNP, papar Ferdinand
“Kita menyarankan agar pemerintah mengklarifikasi dan menjelaskan secara rinci tentang dana ini karena berpotensi menjadi masalah dan digugat publik secara class action,” pungkasnya.
Sebelumnya sebagaimana diberitakan bahwa Menteri ESDM, Sudirman Said telah mengumumkan adanya pungutan dana untuk ketahanan energi pada penurunan harga BBM jenis Premium dan Solar.
Harga awal Premium Rp7.300 turun menjadi Rp6.950/liter, namun karena ada pungutan dana ketahanan energi Rp200/liter, maka harga Premium menjadi Rp7.150/liter.
Sedangkan untuk harga solar dari Rp6.700 menjadi Rp5.650/liter, dari angka tersebut sudah termasuk subsidi Rp1.000/liter, kemudia ditambah dana ketahanan energi Rp300/liter sehingga menjadi Rp5.950/liter.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka