Menteri ESDM sekaligus Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN) Sudirman Said (kiri) berbincang dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil dalam Sidang DEN ke-16 di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (12/12). Dalam sidang itu DEN memfinalkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sebagai panduan pengelolaan secara menyeluruh agar ketahanan dan kemandirian energi nasional dapat terwujud. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc/15.

Jakarta, Aktual.com — Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil mengatakan pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) bisa menjadi opsi agar pengelolaan pungutan Dana Ketahanan Energi transparan dan akuntabel.

“Bisa jadi berupa BLU, bisa jadi membuat akun baru. Memang perlu dipastikan masalah akuntabilitas untuk Dana Ketahanan Energi,” kata Sofyan di Jakarta, Senin (28/12).

Pengelolaan dana tersebut, kata Sofyan, sedang menjadi kajian pemerintah.

Dalam waktu dekat, ujarnya, pemerintah akan merampungkan landasan hukum yang mengatur pengelolaan dan mekanisme untuk pungutan yang diselipkan dalam harga premium dan solar tersebut.

“Kami sadar benar tentang masalah itu. Di mana di taruh uang itu dan bagaimana menggunakannya,” ujarnya.

Besaran pungutan tersebut diwacanakan pemerintah sebesar Rp200 per liter premium dan Rp300 per liter solar. Total dana yang dapat dihimpun, menurut Menteri ESDM Sudirman Said, sebesar Rp15 triliun per tahunnya.

Sofyan menekankan urgensi dari pungutan Dana Ketahanan Energi tersebut dapat digunakan sebagai dana dana cadangan saat harga minyak dunia naik.

Dengan begitu, pemerintah tidak perlu langsung menaikkan harga BBM mengikuti fluktuasi harga minyak dunia.

“Yang terjadi adalah kalau menurunkan (harga minyak) mudah sekali, orang senang. Tapi begitu naik jadi masalah oleh sebab itu kali ini digunakan sebagai dana cadangan. Kalau naik tidak serta-merta naik, kalau turun juga tidak diturunkan serta merta,” kata dia.

Menurut Sofyan, selain sebagai dana cadangan, pungutan dana tersebut juga bisa dialokasikan untuk pengembangan energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Jika melihat kebijakan negara lain, kata Sofyan, pungutan terhadap masyarakat juga diterapkan melalui pajak karbon dalam penjualan BBM. Sedangkan di Indonesia, ujarnya, pungutan hanya dibebankan melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen atas penjualan BBM.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka