Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino mengacungkan ibu jari usai menjalani pemeriksaan di Bareskirm Mabes Polri, Jakarta, Senin (9/11). RJ Lino menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi di Pelindo II dalam pengadaan 10 unit 'mobile crane' yang diduga tak sesuai dengan perencanaan sehingga menyebabkan kerugian negara. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/nz/15

Jakarta, Aktual.com — Eks Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), RJ Lino melakukan upaya ‘perlawanan’ terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Praperadilan jadi upaya pertama yang dilakukan RJ Lino.

Kuasa hukum-nya, Maqdir Ismail baru saja mengkonfirmasi ihwal pengajuan praperadilan itu. Dia mengklaim jika kliennya tidak bersalah sebagaimana dugaan KPK.
“Tadi kita daftarkan pra peradilan di PN Selatan. Tidak ada perbuatan melakukan melawan hukum, tidak ada penyalahgunaan kewenangan, tidak ada kerugian negara,” papar Maqdir, saat dihubungi, Senin (28/12).
RJ Lino diketahui telah menyandang status tersangka di KPK. Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya selaku Dirut Pelindo II, untuk menunjuk langsung perusahaan penyedia tiga unit Quay Container Crane.
Dugaan itu pun coba ditanyakan langsung ke Maqdir. Dan lagi-lagi Maqdir berkilah bahwa RJ Lino tidak melakukan itu. Soal penunjukkan langsung, ada alasan tersendiri dari Maqdir.
Menurutnya, dalam pengadaan QCC itu Direksi Pelindo II sudah berkali-kali menunjuk perusahaan penyedia. Namun menurutnya, penunjukan itu selalu gagal.
“Penunjukkan langsung dilakukan karena proses penunjukkan-penunjukan sebelumnya (sudah 10 kali) gagal. Karena itu Direksi harus menggunakan hak diskresi sebagai Direktur, menunjuk,” kata dia.
RJ Lino ditetapkan sebagai tersangka di kasus dugan korupsi pengadaan tiga unit QCC milik Pelindo II yang dianggarkan pada 2010 silam. Total proyek yang diduga diselewengkan bekas anak buah Menteri Rini Soemarno itu senilai Rp 100 miliar.
Pria 52 disinyalir menunjuk langsung perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huadong Heavy Machinery Co sebagai penyedia tiga unit QCC tersebut.
RJ Lino dijerat dengan hukuman sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pelanggaran hukum RJ Lino tak hanya soal penunjukan langsung atau pengadaan.
Dalam pengadaan contohnya, spesifikasi QCC yang disediakan ternyata tidak sesuai dengan standar panitia lelang, serta pemeliharaan barang itu juga ikut dia korupsi.‎

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan