Tokyo, Aktual.com — Jepang akhirnya menyepakati kompensasi bagi wanita Korea Selatan yang menjadi “penghibur” pada masa perang. Permasalahan yang memperburuk hubungan kedua negara ini mencapai titik temu setelah Jepang menawarkan kompensasi sebesar satu miliar yen kepada wanita penghibur yang masih hidup.

Kesepakatan tersebut akan bersifat “yang terakhir dan tidak dapat diubah” jika Jepang memenuhi tanggung jawabnya, kata Menteri Luar Negeri Korea Selatan Yun Byung-Se setelah pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Jepang Fumio Kishida.

Kishida mengatakan Jepang setuju menawarkan dana satu miliar yen (lebih dari 83 miliar rupiah) sebagai pembayaran “wanita penghibur” Korea Selatan, yang diperbudak secara seksual oleh tentara Jepang selama Perang Dunia II.

“Itu bukan ganti rugi. Itu upaya memulihkan kehormatan dan martabat semua wanita penghibur dan untuk menyembuhkan luka batin mereka,” katanya.

“Masalah wanita penghibur terjadi atas keterlibatan militer Jepang dan pemerintah Jepang merasa bertanggung jawab.” ujarnya.

Kishida mengatakan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menyampaikan permintaan maaf dan penyesalannya dari lubuk hati terdalam kepada para korban.

“Saya pikir kesepakatan yang kami capai merupakan prestasi bersejarah dan sebuah terobosan,” kata Kishida.

Amerika Serikat telah lama mendesak dua sekutu utama Asia-nya untuk menyelesaikan sengketa mereka.

Atas perjanjian pada Senin ini (28/12), Seoul akan mencoba memindahkan patung simbolis wanita penghibur yang saat ini berdiri di depan Kedutaan Besar Jepang melalui konsultasi dengan LSM terkait, kata Yun.

Tokyo telah memberikan prioritas untuk relokasi patung tersebut karena dipandang sebagai pemandangan yang memalukan sekaligus penghinaan terhadap Jepang.

Kementerian Luar Negeri Korea Selatan mengatakan sebelumnya pada halaman Facebook bahwa patung tersebut didirikan oleh warga sipil dan pemerintah tidak berwenang terhadap penunjukan lokasi.

Yun mengatakan Seoul akan menahan diri dalam memunculkan kembali isu wanita penghibur di forum internasional, seperti PBB.

“Saya sangat senang untuk menyatakan kesimpulan yang berhasil dicapai atas negosiasi yang sulit sebelum tutup tahun, yakni masih dalam peringatan 50 tahun hubungan diplomatik kedua negara,” kata Yun.

Lebih dari 200.000 wanita yang kebanyakan warga Korea, diperkirakan telah diperbudak secara seksual oleh Jepang selama Perang Dunia II. Mereka secara halus dikenal sebagai wanita penghibur.

Seoul menuntut permintaan maaf resmi dan kompensasi kepada para wanita yang masih hidup.

Kishida mengatakan dengan tercapainya kesepakatan Senin ini, hubungan antara Jepang dan Korea Selatan akan berkembang menjadi “sebuah era berorientasi masa depan”.

“Kesepakatan itu tidak hanya menguntungkan negara kita tetapi juga sebagian besar memberikan kontribusi bagi perdamaian dan stabilitas kawasan dua negara,” katanya.

Jepang sejak lama menyatakan bahwa sengketa itu telah diselesaikan dalam perjanjian 1965, yang menyebutkan Tokyo melakukan pembayaran total 800 juta dolar AS sebagai hibah atau pinjaman ke Korea, yakni berlaku pada periode 1910-1945.

Korea Selatan mengatakan bahwa perjanjian tidak mencakup kompensasi bagi para korban selama perang, seperti mobilisasi wanita penghibur dan tidak membebaskan pemerintah Jepang dari tanggung jawab hukum.

Ketika Presiden Korea Selatan, Park Geun-Hye bertemu Abe di Seoul bulan lalu untuk konferensi tingkat tinggi yang terbilang jarang diselenggarakan, mereka sepakat untuk mempercepat pembicaraan tentang masalah ini.

Jepang mengeluarkan pernyataan yang memberi kesan “permintaan maaf dan penyesalan tulus” pada 1993 untuk wanita yang merasakan penderitaan dan fisik tak tersembukan serta luka psikologis sebagai wanita penghibur.

Abe yang sebelumnya pernah mempertanyakan wanita penghibur benar-benar “dipaksa” melayani tentara Jepang, mengatakan pemerintahnya bersikukuh terhadap pernyataan tahun 1993.

Sebelum pertemuan bulan lalu di Seoul, Park menolak semua proposal konferensi bilateral dengan Jepang dengan alasan bahwa Tokyo belum sepantasnya menebus kejadian di masa lalu dan pemerintahan kolonial mereka.

Artikel ini ditulis oleh: