Jakarta, Aktual.com — Bupati Empat Lawang, Budi Antoni Aljufri dituntut 6 tahun dan 4 bulan penjara sedangkan istrinya Suzana Budi Antoni 4 tahun penjara ditambah denda masing-masing RP200 juta subsider 2 bulan kurungan karena menyuap Akil Mochtar sekitar Rp15 miliar dan memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan.
“Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada pengadilan negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini, satu menyatakan terdakwa I Budi Antoni Aljufri dan terdakwa II Suzana Budi Antoni telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana sebagaimana dakwaan pertama primer dan pasal 22 jo pasal 35 ayat 1 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana sebagaimana dakwaan ke dua. Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa berupa pidana penjara masing-masing, terdakwa I Budi Antoni Aljufri selama 6 tahun dan 4 bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan dan terdakwa II Suzana Budi Antoni selama 4 tahun ditambah denda Rp200 juta subsidair 2 bulan kurungan,” kata jaksa penuntut umum KPK Iskandar Marwanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (28/12).
Budi dan Suzana dinilai terbukti memberikan uang lebih kurang Rp10 miliar dan 500 ribu dolar AS atau setara Rp5 miliar kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar–kala itu, melalui tangan kanannya Muhtar Ependy dan memberikan keterangan tidak benar dalam persidangan untuk mempengaruhi putusan perkara permohonan keberatan atas hasil Pilkada Kabupaten Empat Lawang.
“Ditambah pidana berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 7 tahun terhitung setelah masing-masing terdakwa menjalani masa pidana,” tambah jaksa Iskandar.
Jaksa KPK juga tidak mengabulkan permintaan keduanya untuk menjadi saksi yang bekerja sama mengungkap tindak kejahatan (justice collaborator).
“Kami penuntut umum dari KPK tidak dapat mengabulkan permintaan ‘justice collaborator’ karena terdakwa menjanjikan untuk memberikan sesuatu kepada hakim sebagai pelaku utama dan terdakwa telah memberikan keterangan yang tidak benar di persidangan dan telah berbelit-belit sehingga tidak memenuhi untuk menjadi justice collaborator,” tambah jaksa Iskandar.
Gugatan pilkada itu diajukan oleh Bupati Empat Lawang Petahana Budi Antoni Aljufri dan pasangannya Syahril Hanafiah ke MK pada 17 Juni 2013 karena kalah dari pasangan Joncik Muhammad dan Ali Halimi.
Perkara itu kemudian ditangani oleh Akil Mochtar sebagai ketua merangkap anggota hakim panel bersama Maria Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai hakim anggota.
Dalam sidang pertama pada 25 Juni 2013, Budi dihubungi Muhtar Ependy yang mengaku sebagai konsultan pilkada dan punya hubungan dekat dengan Akil Mochtar. Dalam dua kali pertemuan keduanya, Muhtar pun menjanjikan bahwa Budi pasti akan menang karena akan dibantu oleh Akil Mochtar.
Lewat Muhtar, Akil meminta uang sejumlah “10 mpek-mpek” yang maksudnya adalah Rp10 miliar. Uang akan diserahkan melalui Wakil Pimpinan Bank Kalbar PT BPD Kalbar Cabang Jakarta benama Iwan Sutaryadi. Budi kemudian menyetujuinya dan menyampaikan bahwa yang akan mengantarkan uang tersebut adalah Suzana Budi Antoni.
Uang Rp10 miliar diberikan kepada Iwan pada 5 Juli 2013 melalui Suzana dalam 2 koper di Bank Kalbar PT BPD Kalbar Cabang Jakarta.
Pada 8 Juli 2013, sebelum putusan sela diucapkan oleh Akil, Budi diberitahu oleh Muhtar bahwa putusan sela akan dibacakan berisi penghitungan ulang kotak suara 38 TPS di 10 desa pada kecamatan muara pinang.
Namun beberapa hari kemudian, Muhtar menyampaikan permintaan Akil kepada Budi Antoni Aljufri bahwa Akil Mochtar meminta tambahan uang sebesar Rp5 miliar.
Kemudian Budi Antoni Aljufri meminta Suzana Budi Antoni untuk memberikan uang sebesar 500 ribu dolar AS atau setara Rp5 miliar kepada Muhtar Ependy dan meminta bantuan Fauzi untuk menyerahkan uang tersebut kepada Muhtar dengan cara dititipkan ke Iwan Sutaryadi.
Muhtar pun mengambil uang itu pada 17 Juli 2013 yang terbungkus dalam kardus dan diserahkan ke Akil Mohtar di rumah dinas Ketua MK RI Jl. Widya Chandra III Nomor 7 Jakarta Selatan sedangkan sisanya sebesar Rp5 miliar disetorkan oleh Iwan secara bertahap ke rekening tabungan Muhtar Ependy.
Hasilnya, pada 31 Juli 2015, Akil membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang Di Tingkat Kabupaten Oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Empat Lawang dan menjadikan pasangan Budi Antoni dan Syahril Hanafiah memenangi pilkada dengan mendapat 63.027 suara.
Jaksa juga menilai Budi dan Suzana sengaja memberikan keterangan yang tidak sebenarnya saat diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Akil Mochtar. Keduanya di depan persidangan menerangkan tidak kenal dan tidak pernah bertemu dengan Muhtar Ependy, padahal pernah bertemu Muhtar pada Juni dan Juli 2013.
Budi dan Muhtar juga memiliki percakapan dalam kakao talk dengan 34 list pertemanan di antaranya Nama HBA dan Pesan Status: Bangga dan Cinta Empat Lawang.
Terkait kasus ini, KPK juga sudah menjerat sejumlah pihak yaitu Akil Mochtar yang divonis seumur hidup, mantan bupati Gunung Mas Hambit Bintih divonis 4 tahun penjara, tim sukses Hambit, Cornelis Nalau Antun yang divonis 3 tahun, anggota Komisi II Chairun Nisa yang divonis 4 tahun penjara, pengacara Susi Tur Andayani divonis 5 tahun penjara, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah divonis 5 tahun kurungan, adik Ratu Atut pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang divonis 5 tahun penjara.
Selanjutnya tangan kanan Akil, Muhtar Ependy divonis 5 tahun penjara, Walikota Palembang Romi Herton yang divonis 6 tahun dan istrinya Masyito divonis 4 tahun, serta Bupati Tapanuli Tengah Raja Bonaran Situmeang yang dihukum 4 tahun penjara. Bupati kabupaten Kepulauan Morotai Rusli Sibua divonis 2 tahun penjara dan pasangan calon bupati dan wakil Bupati Lebak Amir Hamzah dan Kasmin dituntut 5 tahun dan 4 tahun penjara.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan