Jakarta, Aktual.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengklaim akan meneruskan penanganan kasus dugaan korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Kalau alat buktinya cukup, ya kemungkinan diteruskan akan selalu ada. Kita tidak mungkin bergerak kalau belum ada datanya,” kata Agus usai peresmian gedung baru KPK, di Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Selasa (29/12).
Sebelum menindaklanjuti proses penanganan kasus BLBI, sambung Agus, pimpinan KPK baru akan lebih dulu melakukan pendalaman. Dia mengakui jika di tahap penyelidikan kasus BLBI tim penyelidik sudah menemukan beberapa bukti rasuah.
“Kami akan pelajari dulu. Kan di penyelidikan ada bukti permulaan,” ujar dia.
Kasus pemberian SKL BLBI yang disinyalir merugikan negara hingga Rp 138,7 triliun. Dugaan korupsi yang terjadi saat era Presiden Megawati Soekarnoputri ini masih di tahap penyelidikan KPK.
Sebelumnya, saat Abraham Samad masih menjadi Ketua KPK, lembaga ini sudah memeriksa beberapa saksi. Tiga Menteri pembantu Megawati sudah merasakan bagaimana atmosfer di ruang penyelidikan KPK.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Presiden Abdurahman Wahid, Rizal Ramli, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Laksamana Sukardi dan Menteri Koordinator Perekonomian era Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro Jakti, sudah menjelaskan terkait BLBI ke penyelidik KPK.
Mekanisme penerbitan SKL yang dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres Nomor 6 tahun 2002, selain mendapatkan masukan dari Menteri BUMN, Presiden Megawati juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan, Boediono dan Menko Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro Jakti.
SKL tersebut berisi pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya. Hal itu berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, atau yang lebih dikenal dengan Inpres tentang release and discharge.
BLBI merupakan skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat krisis moneter tahun 1998. Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Hasil audit BPK menyebutkan, dari Rp 147,7 triliun dana BLBI yang dikucurkan, Rp 138,7 triliun dinyatakan merugikan negara. Hal tersebut lantaran penggunaan dana talangan itu tidak jelas.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu