Jakarta, Aktual.com — Harga minyak berbalik naik pada Rabu (30/12) pagi WIB, karena para pedagang mengharapkan penurunan dalam persediaan minyak mentah AS akan membantu mengurangi kelebihan pasokan global yang telah berjalan lama membebani pasar.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, naik 1,06 dolar AS menjadi ditutup pada 37,87 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, membalikkan banyak kerugian pada Senin.

Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Februari, patokan minyak mentah Eropa, berakhir naik 1,17 dolar AS menjadi menetap pada 37,79 dolar AS per barel.

“Para analis memperkirakan akan melihat penurunan lagi dalam laporan persediaan mingguan AS,” kata Oliver Sloup dari iiTrader.com.

American Petroleum Institute merilis laporan persediaannua pada Selasa sore dan laporan Departemen Energi AS (DoE) yang diamati lebih cermat akan dirilis pada Rabu.

Selain itu, Sloup mengatakan, “ada beberapa pembenahaan sebelum akhir tahun” ketika para investor mengatur portofolio mereka untuk membatasi paparan terhadap risiko spekulasi terlalu banyak karena penurunan harga.

DoE minggu lalu mengumumkan penurunan yang tak terduga dalam stok minyak mentah komersial AS, sebesar 5,9 juta barel, yang sempat mendorong harga lebih tinggi.

Pada Rabu, DoE diperkirakan melaporkan persediaan minyak mentah turun 2,5 juta barel untuk pekan yang berakhir 25 Desember, menurut survei para analis oleh Bloomberg News.

Analis Citi Futures Tim Evans menyatakan bahwa cuaca dapat berubah dalam mendukung pasar.

“Harga minyak berjangka bangkit kembali dari pelemahan Senin, karena prospek suhu dingin Januari di Eropa dan AS membantu mengangkat harga minyak pemanas dan minyak gas di kedua sisi Atlantik,” katanya.

Pada hari Senin, WTI turun lebih dari tiga persen karena data ekonomi mengecewakan dari Tiongkok dan Jepang serta rencana anggaran Arab Saudi mengisyaratkam pengekspor minyak mentah terbesar dunia itu berencana untuk mempertahankan harga tetap rendah.

Tokoh utama OPEC itu membukukan rekor defisit anggaran untuk tahun ini, karena negara itu menderita dari harga minyak dunia yang turun lebih dari 60 persen sejak pertengahan 2014.

“Anggaran Saudi … memperkuat sentimen ‘lebih rendah lebih lama’ di pasar,” kata analis Augustin Eden di perusahaan perdagangan Accendo Markets, mengacu kebijakan OPEC mendorong harga minyak lebih rendah yang didukung Saudi untuk merugikan produsen non-OPEC.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan