Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam waktu dekat segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile8 Telecom (kini PT Smartfren) tahun 2007-2009.
“Mobile8 juga kita periksa saksinya, mungkin tidak lama lagi akan kita tetapkan tersangkanya. Ini terkait restitusi pajak yang direkayasa. Jadi seolah-olah ada pembelian barang, padahal tidak,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah, dalam refleksi tahun 2015 di Kejagung, Jakarta, Rabu (30/12).
Sebelumnya, penyidik juga telah memeriksa Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK), Ellyana Djaja. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto mengatakan, penyidik memeriksa Ellyana Djaja sebagai saksi kasus yang melilit perusahaan di atas.
“Pemeriksaan pada pokoknya mengenai kebenaran atas ada atau tidaknya pembelian voucer kepada PT Mobile-8 Telecom mengingat dari pembelian yang dilakukan oleh PT. Djaja Nusantara Komunikasi sebesar Rp 80 miliar, kata Amir beberapa waktu lalu.
Dia menegaskan, atas itulah PT Mobile8 Telecom mengajukan kelebihan pembayaran dari faktur pajak, sehingga menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10 miliar.
Kejagung mensinyalir PT Mobile8 Telecom memanipulasi transaksi penjualan produk telekomunikasi, di antaranya telepon seluler dan pulsa kepada distributor di Surabaya, yakni PT Djaja Nusantara Komunikasi (DNK) senilai Rp 80 milyar selama tahun 2007-2009.
Sementara Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menuturkan, PT DNK tidak sanggup membayar pembelian barang produk komunikasi senilai Rp 80 milyar kepada PT Mobile8 Telekom selama tahun 2007-2009 itu.
“Sebenarnya, PT Djaya Nusantara Komunikasi tidak mampu untuk membeli barang dalam jumlah tersebut,” kata Prasetyo beberapa beberapa waktu lalu.
Indikasi tersebut kian menguat dengan adanya keterangan Direktur PT DNK, Eliana Djaya, bahwa traksaksi senilai Rp 80 milyar tersebut merupakan hasil manipulasi untuk menyiasati seolah-olah ada transaksi sejumlah itu.
“Sesuai keterangan Eliana Djaya, bahwa transaksi perdagangan tersebut hanyalah seolah-olah ada. Dan untuk kelengkapan administrasi, pihak Mobile8 Telecom akan mentransfer uang sebanyak Rp 80 milyar ke rekening PT Djaja Nusantara Komunikasi,” kata Prasetyo.
Bulan Desember 2007, PT Mobile8 Telecom dua kali mentransfer uang, masing-masing sejumlah Rp 50 milyar dan Rp 30 milyar. Untuk menyiasati agar seolah-olah terjadi jual-beli, maka dibuat invoice atau faktur yang sebelumnya dibuat purchase order.
“Jadi seolah-olah terdapat pemesanan barang dari PT DNK, yang faktanya, PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile8 Telecom.”
Setahun kemudian, yakni 2008, PT DNK, menerima faktur pajak dari PT Mobile8 Telecom yang total nilainya Rp 114.986.400.000. Padahal, PT DNK tidak pernah melakukan pembelian dan pembayaran, serta merima barang.
“Diduga faktur pajak yang telah diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi-transaksi antara PT Mobile8 Telecom dengan PT DNK, digunakan oleh PT Mobile8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada KPP Surabaya, supaya masuk bursa di Jakarta,” jelas Prasetyo.
Atas ajuan tersebut, pada tahun 2009, PT Mobile8 Telecom menerima pembayaran restitusi pajak sejumlah Rp 10.748.156.345. Seharusnya, PT Mobile8 Telecom tidak berhak mendapatkan uang sejumlah Rp 10,7 milyar lebih karena tidak pernah ada jual-beli barang.
Karena KPP Surabaya mengabulkan permohonan kelebihan pajak atas dasar transaksi jual-beli fiktit PT Mobile8 Telecom yang saat itu dimiliki Harry Tanoesoedibjo, negara mengalami kerugian sekitar Rp 10 milyar.
“Tidak menutup kemungkinan, kerugian bertambah karena ini baru temuan awal,” ujar Prasetyo.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu