Pekerja mengangkat kelapa sawit di Desa Pancang, Sebatik, Kalimantan Utara, Rabu (26/8). Pemerintah masih menjadikan industri sawit sebagai lumbung devisa negara. Dalam setahun ekspor minyak sawit mentah (CPOP) dan produk turunannya mencapai 15 miliar dolar AS dan berkontribusi tiga persen untuk produk domestik bruto (PDB) Indonesia. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/kye/15.

Jakarta, Aktual.com — Dewan Minyak Sawit Indonesia atau DMSI memperkirakan produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia tahun 2015 hanya 30,8 juta ton dampak musim kering yang berkepanjangan.

“Realisasi yang 30,8 juta ton itu di bawah proyeksi awal untuk 2015 yang sebanyak 31,5 juta ton,” kata Ketua DMSI, Derom Bangun yang dihubungi dari Medan, Kamis (31/12).

Menurut Derom, penurunan produksi CPO Indonesia juga diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun 2016 yang diprediksi produksinya hanya sekitar 33 juta ton, dimana untuk ekspor sekitar 25 juta ton.

“Melihat produksi yang turun dan perekonomian yang masih belum membaik secara maksimal, DMSI memperkirakan tantangan industri sawit Indonesia pada tahun 2016 relatif lebih berat dibandingkan dengan tahun 2015,” katanya.

Oleh karena itu, ujar Derom Bangun, DMSI ingin mengajak semua pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mencermati beberapa hal terkait dengan sawit.

Mulai dari soal kebakaran hutan/lahan dimana DMSI mendukung kegiatan positif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki)dan pihak-pihak lain dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan pada tahun 2016.

“Harga minyak sawit yang semula diperkirakan akan membaik, namun diduga akan ‘tergelincir’ ke arah yang lebih rendah seiring dengan dinamika global yang menekan harga minyak bumi (petroleum) juga harus diwaspadai,” katanya.

Harga CPO diduga di bawah 700 dolar AS per ton dari sebelumnya yang diperkirakan di atas angka itu dengan harapan harga minyak bumi akan “rebound”.

Harga yang melemah itu dampak harga minyak bumi yang cenderung berada di bawah 35 dolar AS per barel.

“Harga CPO diprediksi tidak akan beranjak naik di atas 650 dolar AS per ton (CIF Rotpterdam),” ujar Derom.

Selain soal menjaga agar jangan terjadi kebakaran lahan dan mewaspadai harga yang akan tergelicir, semua pihak dinilai juga harus mendukung perlunya riset tentang sawit dan penerapan standar Indonesian Suistainable Palm Oil atau ISPO.

Standar ISPO untuk membuat industri sawit Indonesia mencapai tingkat keberlanjutan sesuai harapan pasar.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka