Jaksa Agung H M Prasetyo (ketiga kanan) didampingi jajaran memberikan keterangan kepada media di Jakarta, Rabu (30/12). Dalam kesempatan itu Jaksa Agung menyampaikan refleksi kinerja Kejaksaan Agung tahun 2015. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/kye/15

Jakarta, Aktual.com — Satu tahun kepemimpinan Muhammad Prasetyo di Kejaksaaan Agung, banyak kasus yang ditangani Satgas P3TPK bentukannya kalah di pengadilan. Jaksa Agung lempar bola kesalahan ke pengadilan.

Ada tiga kasus yang diputuskan pengadilan tidak terbukti. Pertama kasus penyelewengan dana bansos Cirebon dengan tersangka Wakil Gunernur Cirebon Tasiya Soemadi. Kemudian, kasus dugaan korupsi pembebasan lahan 82 hektar untuk pembangunan PLTU di Sumur Adem, Indramayu dengan tersangka mantan Bupati Indramayu Irianto MS alias Yance.

Ketiga kasus dugaan korupsi pembangunan BJB Tower dengan tersangka mantan Kepala Divisi Umum Bank BJB Wawan Indrawa. Selain itu, selama satu tahun Prasetyo memimpin korps Adhiyaksa, kalah juga dalam praperadilan penggeledahan PT Victoria Scurities Indonesia (VSI) yang mengakibatkan harus dikembalikan semua barang bukti yang telah disita.

“Penyebab kegagalan banyak faktor, jangan salahkan terus kejaksaan, coba tanya kepada yang memutuskan perkara (Pengadilan),” ujar Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta dalam Refleksi laporan akhir tahun, Rabu (30/12) Kemarin.

Menurutnya, pihaknya telah melakukan penyidikan secara benar dan sudah terpenuhi alat bukti bahwa para tersangka itu sudah melakukan tindak pidanan korupsi. Namum dia menyayangkan bahwa perkara itu telah diputus bebas.

Menanggapi hal tersebut, pengamat hukum pidana universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan tidak etis jika Jaksa Agung melempar tanggungjawab kepada Pengadilan. Seharusnya sebelum melempar, lakukan dulu introspeksi diri.

“Kejaksaan harus melihat ke dalam juga apakah berkas perkara yang disusun sudah benar atau tidak,” ujar Fickar saat dihubungi, Kamis (31/12).

Jika Kejaksaan banyak dikalahkan di Pengadilan maka itu patut dicurigai, karena bisa dimumkinkan kesalahannya ada di Kejaksaan agung karena salah melakukan penyelidikan dan penyusunan dakwaan dan tuntitan.

“Pengadilan bisa menganggap itu tidak terbukti lalu membebaskan dan itu artinya ada bukti-bukti yang kurang kuat diajukan oleh Kejaksaan,” ujar dia.

Meski demikian, Fickar juga tidak menutup kemungkinan kesalahan ada di pengadilan. Karena bisa dilihat banyak hakim yang terjerat kasus penyuapan seperti hakim di PTUN Medan. “Bisa juga pengadilan yang disuap,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu