Jakarta, Aktual.com — Yayasan Supersemar melayangkan gugatan kepada negara atas putusan perkara perdata yang mengharuskan mereka membayar denda sebesar Rp4,4 triliun kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Gugatan tersebut dilayangkan, lantaran yayasan milik keluarga mendiang Presiden Soeharto itu, merasa denda yang diberikan berbeda jauh dengan aset milik yayasan Supersemar.

Menurut Kuasa Hukum Supersemar Denny Kailimang, jumlah aset yayasan tersebut hanya Rp389 miliar. Jumlah itu mengacu pada ada hasil penelusuran aset yang dilakukan Kejaksaan Agung pada 2000 silam.

“Jadi setelah diaudit ternyata harta yang diperoleh dari BUMN atau BUMD kala itu kita cuma dapat Rp389 miliar. Sedangkan putusannya itu kan (denda) beberapa triliun kan,” kata Denny saat dihubungi, Rabu (6/1).

Gugatan terhadap negara terkait perkara Supersemar telah dimasukkan Denny ke PN Jakarta Selatan. Menurut Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna, sidang perdana gugatan Supersemar kepada negara itu akan digelar pada 14 Januari mendatang.

“Itu kita lihat dulu materi apa yang dijadikan dasar gugatan dari gugatan itu sendiri. Telah didaftarkan, tanggal 14 mulai disidangkan,” kata Made.

Walaupun sidang gugatan kepada negara dalam waktu dekat akan digelar, namun Denny mengaku akan hadir dalam panggilan terakhir sidang aanmaning yang diberikan PN Jakarta Selatan kepadanya 20 Januari mendatang.

Berdasarkan salinan putusan Mahkamah Agung, Yayasan Supersemar diputus bersalah karena sempat menyalurkan dana ke sebuah bank dan tujuh perusahaan. Bank yang sempat menerima dana dari Yayasan Supersemar adalah Bank Duta.

Pada Putusan MA Nomor 2896 K/Pdt/2009 disebutkan, Bank Duta sempat menerima uang sejumlah US$420 juta. Yayasan Supersemar juga tercatat pernah memberi dana sebesar Rp13 miliar kepada PT Sempati Air, sebuah maskapai yang kini sudah bangkrut.

Selain itu, Supersemar sempat menyalurkan dana sebanyak Rp150 miliar ke PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti.

Masih dalam putusan yang sama, MA mencatat Yayasan Supersemar pernah memberi dana Rp12 miliar kepada PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri.

Terakhir, MA menyebut Yayasan Supersemar bersalah karena pernah memberi uang sejumlah Rp10 miliar ke Kelompok Usaha Kosgoro pada akhir 1993.

Atas semua itu, Yayasan Supersemar divonis bersalah oleh PN Jakarta Selatan pada 28 Maret 2008. Putusan PN Jakarta Selatan itu dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada tingkat banding pada 19 Februari 2009.

Keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Namun kasasi Yayasan Supersemar tidak diterima sepenuhnya oleh MA.

MA menerima sebagian permohonan pemerintah, namun jumlah nominal denda yang harus dibayar Supersemar salah ketik dalam putusan tersebut.

Dalam putusan, tertulis denda yang harus dibayar Supersemar adalah 75 persen dari Rp185 juta. Padahal yayasan itu seharusnya membayar 75 persen dari Rp185 miliar, atau Rp 139 miliar kepada negara.

Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga mereka mesti membayar denda sebesar Rp4,4 triliun lebih pada tahun ini.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby